Medan, 12/3 (Antara) - Manajemen PT Toba Pulp Lestari Tbk menilai penyerbuan massa yang mengatasnamakan masyarakat Pandumaan dan Sipituhuta, Kabupaten Humbang Hasundutan ke kebun hutan tanaman industri (HTI) pada 25 Februari 2013 merupakan rangkaian tindakan kriminal sejak 2009.
"Tindakan sekitar 3.000 orang dengan bersenjata parang panjang dan tombak yang menyerbu areal HTI Tobapulp di Sektor Tele, Kabupaten Humbang Hasundutan untuk kemudian menebangi hutan tanaman eucalyptus termasuk yang berumur muda, memblokir jalan, mengancam pekerja, membumihanguskan bedeng kerja serta seluruh isinya itu sudah tindakan kriminal," kata Direktur Tobapulp Juanda Panjaitan, di Medan, Selasa.
Dia menegaskan, perlu menyatakan itu sehubungan dengan banyaknya tanggapan dan opini publik yang mencoba mengaburkan fakta-fakta lapangan sehingga seolah-olah penangkapan terhadap para pelaku kriminal di lokasi HTI memiliki motif lain seperti dendam dan sengketa lahan perusahaan.
Menurut dia, tidak ada alasan apapun yang membenarkan tindakan kejahatan massal terhadap orang lain yang berusaha dan mencari nafkah secara legal.
Kejahatan barbar itu bertentangan dengan kemanusiaan, dan benar-benar pelanggaran HAM berat, katanya.
Tindakan pihak kepolisian yang memergoki kelompok itu dan bertindak melucuti senjata parang panjang, sebelum mengamankan mereka tentunya merupakan tanggung jawab pihak keamanan.
Juanda mengemukakan aksi sepihak berupa kekerasan fisik dan psikologis terhadap Tobapulp, rekanan dan pekerja di Sektor Tele mulai terjadi sejak tahun 2009.
Pada 14 Juli 2009, sekitar 250 orang massa membakar 6.000 m3 kayu hasil tebangan, serta dua unit bulldozer di Pasar 9.
Namun empat orang tersangka yang ditetapkan kepolisian hingga kini kasusnya belum jelas, meskipun 17 Juli 2009 ada kesepakatan Muspida-Plus bahwa berbarengan dengan penangguhan para tersangka proses hukum tetap jalan.
Gangguan bahkan berlanjut 3 Agustus 2009. Hari itu sekitar 70 orang massa datang lagi membakar hasil tebangan 21.000 meter kubik.
"Bahkan pada September 2012 terjadi pembakaran alat berat excavator, penganiayaan seorang anggota Pam OVIT Brigadir Rhot Bastian Simamora dan tiga orang anggota sekuriti hingga terpaksa dirawat di rumah sakit. Namun seperti di 2009, kasus itu juga belum diproses," katanya.
"Tuntutan agar Tobapulp tidak menggangu tanaman kemenyan untuk bisa disadap petani sudah disepakati perusahaan," katanya.
Kalau kemudian massa meminta lahan HTI dengan dalih tanah ulayat, mana mungkin bagi Tobapulp yang hanya sebagai pemegang izin pengusahaan, bukan kepemilikan lahan HTI itu, memenuhi keinginan tersebut, ujar Juanda.
Kawasan hutan register sepenuhnya berada di bawah otoritas Kementerian Kehutanan.
Juanda menegaskan, sebagai perusahaan yang taat hukum, tentu Tobapulp wajib melaporkan kasus-kasus kekerasan ini kepada pihak berwajib, menghargai penanganannya berdasarkan hukum serta berharap ditegakkannya bagi semua. ***3*** (T.E016/B/A.J.S. Bie/B/A.J.S. Bie) 12-03-2013 16:11:33