Medan (ANTARA) - Nilai ekspor Provinsi Sumatera Utara (Sumut) Oktober 2019 turun 13,03 persen dari periode sama 2018 atau menjadi 6,448 miliar dolar AS akibat masih berlanjutnya krisis global dan perang dagang Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Amerika Serikat.
"Januari - Oktober 2018, nilai ekspor masih bisa sebesar 7,414 miliar dolar AS," ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, Syech Suhaimi di Medan, Selasa.
Menurut dia, krisis global yang masih berlangsung membuat permintaan dari pasar dunia masih menurun.
Ditambah ada perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan RRT yang berkepanjangan membuat permintaan semakin melemah.
"Permintaan yang menurun berdampak negatif terhadap ekspor Sumut," katanya.
Dia menjelaskan, penurunan ekspor Sumut terbesar disebabkan oleh menurunnya sektor industri sebesar 14,34 persen.
Di periode 2019, ujar Syech, nilai ekspor sektor industri Sumut tinggal 5,856 miliar dolar AS dari Januari - - Oktober 2018 senilai 6,837 miliar dolar AS.
"Ekspor sektor pertanian yang masih bisa tumbuh 2,50 persen atau menjadi 591,902 juta dolar AS dari periode sama 2018 yang 577,470 juta dolar AS," ujarnya.
Pengamat ekonomi dari Universitas Sumatera Utara (USU), Wahyu Ario Pratomo, mengatakan ekspor Sumut yang masih didominasi produk industri hasil perkebunan seperti minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan karet memang rentan mengalami fluktuasi.
Untuk itu, katanya, ekspor pertanian perlu didorong terus dan termasuk meningkatkan pemasaran di dalam negeri.
"Tidak boleh tergantung sekali dengan ekspor.Kondisi saat ini sudah membuktikan bahwa ketergantungan ekspor membahayakan," ujarnya.