Medan (ANTARA) - Tim penasehat hukum (PH) terdakwa dr Paulus Yusnari Lian Saw Zung (59), dari GWS Law Office & Rekan, mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumut dalam perkara dugaan pidana pengrusakan.
Eksepsi itu disampaikan dalam sidang yang digelar di ruang Cakra II Pengadilan Negeri Medan, Kamis (17/7), dengan pokok keberatan adanya ketidaksesuaian antara dakwaan JPU dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di tingkat penyidikan.
“Bahwa dakwaan yang ditujukan kepada terdakwa dr. Paulus tidak selaras dengan BAP penyidik,” kata Goncalwes Sirait, SH, MH, selaku ketua tim penasihat hukum terdakwa Paulus.
Ia menjelaskan, dalam Surat Ketetapan Penetapan Tersangka Nomor: S.Tap/156/VI/2024/Ditreskrimum, kliennya disebut melakukan tindak pidana penggelapan.
Namun dalam surat dakwaan, terdakwa dr Paulus didakwa dengan Pasal 170 dan 406 KUHP tentang tindak pidana pengrusakan.
“Ini menunjukkan adanya ketidaksinkronan sejak awal yang menjadi dasar kami menyatakan dakwaan cacat formil,” tegasnya.
Pihaknya juga menyampaikan bahwa objek perkara merupakan tanah milik sah istri terdakwa, dr T. Nancy Saragih, yang dibuktikan melalui Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 557.
Status hukum atas tanah tersebut, lanjut dia, diperkuat melalui putusan PTUN Medan Nomor: 129/G/2024/PTUN.Mdn, yang membatalkan keputusan Kepala Kanwil BPN Sumut.
“Saat ini proses hukum tanah tersebut sedang menjalani upaya banding di Pengadilan Tinggi TUN Medan,” ujar Goncalwes.
Sementara itu, penasihat hukum lainnya, Ridho Rejeki Pandiangan, SH, MH, menilai dakwaan JPU tidak berdasar karena pagar seng yang disebut dirusak berdiri di atas tanah milik keluarga terdakwa.
“Maka sangat aneh jika klien kami dikriminalisasi karena dianggap merusak properti di atas tanahnya sendiri,” kata Ridho.
Dalam eksepsi tersebut, penasehat hukum juga menilai PN Medan tidak berwenang mengadili perkara, karena masih terdapat konflik keperdataan yang belum diputus secara final.
Pihaknya merujuk pada Pasal 1 Perma Nomor 1 Tahun 1956, yang menyatakan bahwa jika dalam perkara pidana timbul sengketa perdata, maka pemeriksaan pidana dapat ditangguhkan sampai perkara perdata memperoleh kekuatan hukum tetap.
“Jika tidak ditangguhkan, maka ada resiko kriminalisasi dalam proses hukum,” ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga menilai isi dakwaan kabur dan tidak memenuhi unsur pertanggungjawaban pidana. Dalam dakwaan, dr Paulus hanya disebut mengucapkan kalimat “bongkar-bongkar” tanpa bukti bahwa terdakwa melakukan atau turut serta dalam pengrusakan.
“Ini tidak memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 dan 406 jo Pasal 55 KUHP,” tambahnya.
Atas dasar itu, tim penasihat hukum memohon kepada majelis hakim untuk menyatakan surat dakwaan batal demi hukum.
“Lalu, menyatakan bahwa PN Medan tidak berwenang mengadili perkara ini, dan memerintahkan pembebasan terdakwa dari segala dakwaan,” tegasnya.
Setelah mendengarkan eksepsi, Hakim Ketua Phillip Mark Soentpiet menunda persidangan dan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda tanggapan dari JPU Friska Sianipar atas eksepsi yang telah disampaikan.
“Sidang ditunda dan dilanjutkan pada Kamis (24/7), dengan mendengarkan tanggapan penuntut umum atas eksepsi penasehat hukum terdakwa,” ujar Hakim Phillip.
