Medan (ANTARA) - Mantan Kabagbinopsnal Ditreskrimum Polda Sumut Ramli Sembiring mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka atas kasus dugaan tindak pidana pemerasan.
“Ya, sidangnya ditunda ke hari Senin (24/3),” ujar Hakim Phillip Mark Soentpiet di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (20/3).
Dia mengatakan, semestinya sidang praperadilan itu dijadwalkan pada Rabu (19/3). Namun, persidangan ditunda karena salah satu termohon belum menerima surat panggilan.
"Sidang ditunda, karena termohon II belum terima surat panggilan," jelas dia.
Secara terpisah, Ramli Sembiring melalui kuasa hukumnya Irwansyah Nasution mengatakan gugatan praperadilan itu didaftarkan pada Kamis (13/3), dengan nomor perkara: 17/Pid.Pra/2025/PN Mdn.
Dalam gugatan itu, pihaknya selaku pemohon menggugat Pemerintah RI Cq Kapolri Cq Bareskrim Polri Cq Direktorat Tipikor Cq Direktur Tipikor selaku termohon I. Lalu, Kapolda Sumut Cq Direskrimsus Polda Sumut seaku termohon II.
“Permohonan praperadilan kita, beberapa di antaranya meminta agar sprindik dan penetapan tersangka yang dilakukan pihak kepolisian tidak sah,” jelas Irwansyah.
Diketahui Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri sebelumnya menetapkan dua mantan personel Polda Sumatera Utara (Sumut) sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terkait dengan dana alokasi khusus (DAK) untuk kegiatan di sekolah menengah kejuruan negeri (SMKN).
Kedua tersangka yakni, Kompol Ramli Sembiring alias RS merupakan PS Kasubdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumut, dan Brigadir Bayu alias B merupakan penyidik pembantu pada Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Sumut.
“Sudah ditetapkan sebagai tersangka dan tersangka RS telah melakukan upaya perlawanan hukum praperadilan atas penetapan tersangkanya,” kata Kepala Kortastipidkor Polri Irjen Pol. Cahyono Wibowo, Rabu (19/3).
Dia mengatakan bahwa kedua tersangka tersebut saat ini telah dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau dipecat dari Polri.
“Setelah PTDH, kami tetapkan tersangka dan langsung kami tahan di Rutan Bareskrim Polri,” ujar dia.
Cahyono menyebutkan kedua tersangka bersama-sama diduga memaksa kepala sekolah SMKN di Sumut untuk memberikan bagian dari proyek DAK dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Tersangka B, kata dia, meminta proyek pekerjaan DAK fisik ke Dinas Pendidikan Sumut dan kepala sekolah SMKN yang menerima dana tersebut.
“Yang tidak mau diminta pekerjaannya, dua orang tersangka ini pakai kewenangan yang dimilikinya untuk mengundang yang kepala sekolah,” kata dia.
Para kepala sekolah yang menolak, dikirimi surat aduan masyarakat (dumas) fiktif terkait dugaan korupsi dana bantuan operasional satuan pendidikan (BOSP) yang seolah-olah laporan dari masyarakat.
Ketika para kepala sekolah datang, ternyata mereka tidak diperiksa terkait dana BOSP, melainkan diminta mengalihkan pekerjaan proyek.
Jika kepala sekolah menolak mengalihkan pekerjaan, maka mereka diminta menyerahkan fee kepada tersangka RS sebesar 20 persen dari anggaran.
Adapun total fee yang telah diserahkan 12 kepala sekolah SMKN di Sumut kepada tersangka B dan tim adalah sebesar Rp4,7 miliar.
“Salah satu barang bukti yang diamankan adalah uang tunai senilai Rp400 juta yang ditemukan di mobil milik tersangka RS,” jelasnya.