JAKARTA (ANTARA) - Dunia kerja, mungkin selama ini telah merenggut paling tidak sepertiga dari waktu kita. Segala dinamika yang terjadi di sana, tidak saja menjadi tantangan untuk tetap bisa produktif, tetapi bisa merampas hampir seluruh waktu dalam suasana hati tak menentu. Mencintai profesi sepenuh hati, sembari menaikkan kecakapan mengelola pergolakan emosi, menjadi sebagian cara untuk merasa tetap bahagia di lingkungan kerja, bagaimanapun kondisinya.
Setiap individu memiliki tanggung jawab pribadi untuk menjadi manusia berguna, menghasilkan karya, dan pada skala yang lebih besar memberi kontribusi bagi negeri tercintanya. Lingkungan kerja yang sehat dan tempat tugas yang menyenangkan, tentu sangat mendukung seseorang untuk memenuhi tanggung jawab pribadinya itu.
Bila kondisi dan situasi terjadi sebaliknya, bukan berarti bisa menjadi alasan pembenar untuk menurunkan produktivitas, bekerja ala kadarnya, dan mengurangi tingkat kesungguhan dalam berkarya.
Hingga tahun 2023 ini, pembangunan SDM masih menjadi perhatian dan prioritas pemerintah guna menyiapkan SDM unggul yang berdaya saing tinggi dalam menyongsong momen Indonesia Emas 2045.
Karena itu, setiap institusi dan lembaga pemerintah maupun perusahaan menjadikan SDM sebagai aset berharga yang dibina dengan konsep pengelolaan yang memanusiakan.
Berbeda dengan mesin dan robot, manusia memiliki dua unsur, yakni perasaan dan pikiran, yang perlu dijaga kondisinya agar mampu memberikan dedikasi tertinggi dan kemampuan terbaiknya. Motivasi dan orientasi orang bekerja tidak melulu persoalan gaji dan materi, sehingga upah tinggi pun belum tentu menarik bila pengelolaan SDM tak ramah manusia.
Pelopor aliran psikologi humanistik, Abraham Maslow, dalam makalah "A Theory of Human Motivation" mencantumkan "kebutuhan akan penghargaan", sebagai satu dari lima kebutuhan dasar manusia.