Rantauprapat (ANTARA) - Markas Kepolisian Resor atau Mapolres Labuhanbatu berdiri sejak tahun 40-an menjangkau wilayah Labuhanbatu, Labuhanbatu Utara dan Labuhanbatu Selatan sebelum berdiri sendiri melalui surat keputusan Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, Nomor: KEP/1136/VIII/2022.
Di balik sejarah pembangunan kantor dan Aula di Jalan MH Thamrin, Rantauprapat ini, ada kisah tersendiri dalam penyematan namanya.
Seperti nama-nama Aula Markas Kepolisian pada umumnya yang menggunakan nama dari bahasa Sanserkerta ataupun nama tokoh kerajaan dalam sejarah bangsa Indonesia.
Sebut saja ruangan besar atau Aula bernama Tunggal Panaluan dan Yan Piter yang berada di sisi Selatan Mapolres Labuhanbatu. Tunggal Panaluan adalah nama benda sejenis tongkat kayu magis masa lampau. Tongkat ini sebagai simbol kesaktian Datu khas suku Batak.
Sementara, Yan Piter adalah nama adopsi dari nama Brigadir Polisi Satu atau Briptu Janpieter Sidabutar, personel Sabhara Polres Labuhanbatu.
Baca juga: Rio Alfayet, difabel 'pelipur lara' dari Labusel
Berdasarkan informasi yang di peroleh ANTARA, Selasa (31/1) sore di Rantauprapat. Nama Yan Piter hadir sebagai simbol tanggungjawab besar menjadi seorang anggota Polri.
Ia gugur saat bertugas menghadapi pelaku perampokan Bank Mandiri Cabang Pembantu Kotapinang di Kabupaten Labuhanbatu Selatan, pada 25 Oktober 2004.
Pelaku yang berjumlah 6 orang turun dari mini bus langsung melesatkan tembakan dari jenis senjata api laras panjang M-16 dan AK-47. Seketika itu, Janpieter gugur.
Empat perampok masuk ke dalam bank dan kabur ke arah Utara mengunakan mini bus dengan membawa uang rampasan sebanyak Rp1,9 Miliyar.
Polisi yang mendapat laporan itu terus memburu hingga ke Jalinsum Gunung Tua, Kabupaten Padang Lawas Utara menuju Kota Padang Sidempuan.
Pelarian mereka terhenti saat kendaraan yang di tumpangi menabrak kendaraan lain di sisi Jalinsum Gunung Tua. Seorang perampok bernama M. Munir Haz berhasil diamankan Polisi.
Ia tertinggal dalam kondisi badan terhimpit kursi kemudi yang ringsek. Setelah kecelakaan itu, lima orang pelaku perampokan kabur ke hutan yang berada tidak jauh di lokasi kejadian.
Baca juga: Jejak geng motor di Labuhanbatu
Istri Bripka Anumerta Janpieter Sidabutar, Suntiar Mahombar Nainggolan ketika di hubungi menjelaskan, dari hasil otopsi ada 11 luka tembak di bagian kepala, dada, tangan, perut dan kaki. Ibu tiga orang anak ini hanya bisa pasrah kepada Tuhan YME atas peristiwa itu.
Ia tidak menyangka seminggu sebelum kejadian, tepatnya 17 Oktober 2004 adalah hari terkahir bertemu Janpieter saat mengantar berobat anaknya ke Siantar.
Pria kelahiran Pematang Siantar 1974 ini menyarankan jangan pulang dulu tapi tetap fokus pengobatan kepada si bungsu. Janpieter juga berpesan pada waktu itu, agar menjaga dengan baik Juipan, 3,5 tahun, Niko Dwi Putra 1,9 tahun dan Tomo yang masih berumur 3 bulan.
"Saya di kabari rekannya di Polsek Kotapinang bahwa suami saya di tembak perampok saat bertugas penjagaan di Bank Mandiri. Ada juga luka di bagian kepala, insting saya mengatakan, pasti meninggal dunia. Ya saya pasrah aja," kenang Suntiar mengingat informasi itu.
Seiring berjalannya waktu, rasa sedih sedikit terobati karena dukungan semangat dari anggota Polri. Atas kepedulian Kapolres Labuhanbatu, periode Desember 2005-Agustus 2006, AKBP. Didid Widjanardi keluarga Bripka Anumerta Janpieter Sidabutar di angkat menjadi keluarga besar. Suntiar mendapat perhatian khusus atas pengabdian suaminya yang telah gugur saat bertugas.
Pada tahun 2007, Suntiar masuk ASN di Polri dan di tempatkan di Samsat Kotapinang. Tidak sampai di situ saja, anak keduanya Niko lulus masuk Polri 2021 melalui jalur prioritas dan tempatkan di Sabhara Polda Sumut.
Suntiar menjelaskan, penganugerahan nama Yan Piter inspirasi dari Kapolres Labuhanbatu periode Agustus 2006-Maret 2008, AKBP. Tagam Sinaga.
Kapolres berpendapat, penyematan nama Yan Piter dianggap penghargaan tinggi tentang rasa tanggungjawab besar sebagai anggota Polri.
Penyebutan nama Janpieter, kata Suntiar, sama di dengar dengan makna penulisan Yan Piter.
"Nama Aula Yan Piter yang memberikan nama pak Tagam Sinaga. Nama itu di adopsi dari nama suami Janpieter. Surat Keputusannya masih saya simpan. Kata pak Tagam, nama itu baik untuk di kenang atas jasanya," jelas Suntiar, mengingat percakapannya bersama AKBP. Tagam Sinaga saat itu.