Rantauprapat (ANTARA) - Hari itu cuaca terasa panas menyengat, walaupun hujan lebat sedari pagi telah mengguyur Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara (Sumut). Warga yang beraktivitas sesekali terlihat mengepakkan baju untuk menghela panas.
Di bawah terik sinar matahari, Suntiar Nainggolan, warga Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumut, beranjak pergi menuju rumah terapi pengobatan untuk anaknya yang bernama Tomo.
Suntiar sudah menetap hampir tujuh hari lamanya di kota dengan ciri khas becak motor BSA itu, berjuang sendiri untuk kesembuhan si bungsu yang masih berusia tiga bulan.
Jarum jam masih menunjukkan pukul 10.30 WIB, dia mendapat kabar dari kampung bahwa suami tercinta Brigadir Polisi Satu (Briptu) Janpieter Sidabutar ditembak perampok saat bertugas pengamanan. Suntiar hanya bisa nelangsa, menyeka air mata.
Ia syok berat mendengar kabar duka itu. Terbayang wajah suami saat memandang wajah si bungsu yang berada di buaian pintu rumah kayu.
Kabar itu membuat Suntiar harus meninggalkan Kota Siantar dan kembali ke Kotapinang meski anak bungsunya masih membutuhkan banyak waktu untuk terapi pengobatan.
Briptu Janpieter Sidabutar, personel Satuan Samapta Bhayangkara (Sabhara) Kepolisian Resor (Polres) Labuhanbatu, tertembak saat bertugas menghadapi kawanan perampok di Kantor Bank Mandiri Cabang Kotapinang, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, 25 Oktober 2004.
Kejadian perampokan begitu cepat, desingan suara dari jenis senjata api laras panjang M-16 dan AK-47 membuat warga yang melintas dan pegawai bank ketakutan. Para pelaku dengan leluasa masuk ke dalam kantor dan keluar membawa uang rampasan sebanyak Rp1,9 miliar.
Dari saksi mata yang melihat, Janpieter sempat bertahan menghadang di depan kantor Bank Mandiri, namun para pelaku yang turun dari mini bus langsung melesatkan tembakan hingga membuat ayah tiga orang anak ini roboh bersimbah darah. Polisi menyebut terdapat luka serius di bagian kepala.
Suntiar yakin dalam benaknya suaminya pasti tewas dalam serangan brutal itu. Tidak terasa wajahnya telah basah oleh air mata.
"Ada juga luka di bagian kepala, insting saya mengatakan, pasti meninggal dunia. Ya saya pasrah aja. Dari hasil otopsi ada 11 luka tembak di bagian kepala, dada, tangan, perut dan kaki," kenang Suntiar.
Pesan Janpieter
Selama perjalanan pulang, dia tidak fokus lagi terhadap terapi pengobatan Tomo. Matanya berkaca-kaca ketika menoleh ke wajah Juipan (3,5 tahun) dan Niko Dwi Putra (1,9 tahun) buah hati mereka yang juga berada di sisinya.
Sesampai di Kotapinang, rumahnya telah ramai pelayat. Suasana duka sangat terasa di sana. Sejumlah personel polisi dan anggota TNI terlihat berjaga. Isak tangis semakin pecah saat Suntiar memeluk jasad suaminya, satu per satu keluarga, teman kerja hingga sahabat mengucapkan belasungkawa dan memberikan semangat.
Ia tidak menyangka, kepindahan mereka satu tahun ke Polres Labuhanbatu adalah pengabdian terakhir suaminya di Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Sepekan sebelum terjadinya penembakan adalah hari terakhir bertemu Janpieter. Mereka masih bersama saat mengantar terapi ke Pematang Siantar. Bercerita hangat memikirkan masa depan buah hati mereka.
Dalam perjalanan, pria kelahiran Pematang Siantar tahun 1974 itu menyarankan jangan cepat pulang ke Kotapinang, tetapi tetap fokus pengobatan Tomo. Janpieter juga berpesan agar menjaga anak-anak dengan sepenuh hati.
Suntiar mengenang Janpieter sebagai pribadi yang sangat bersahaja, apalagi tanggung jawabnya sebagai personel Polri adalah sebagai suri teladan bagi masyarakat di sana.
Saat bertugas di Satuan Lalu Lintas Polres Simalungun, Janpieter tidak pernah menindak warga hanya karena lupa membawa surat kendaraan. Dengan kemurahan hatinya Janpieter hanya mengimbau warga agar selalu berhati-hati saat berkendaraan. Ia tidak ingin melukai hati masyarakat hanya karena permasalahan kecil.
Kembali ke kejadian tragis itu, polisi mengumpulkan informasi dan menyusun strategi penghadangan kawanan perampok yang kabur ke arah utara menggunakan mini bus.
Akses jalan lintas Sumatera atau Jalinsum Kotapinang Kabupaten Labuhanbatu Selatan-Gunung Tua Kabupaten Padang Lawas Utara menuju Kota Padang Sidempuan diawasi personel.
Kawanan perampok diketahui akan melintas di wilayah Polsek Sungai Kanan Polres Labuhanbatu. Sejumlah personel bersiaga dari ruas Jalinsum yang telah dipasangi portal.
Namun, para pelaku yang berjumlah enam orang tetap menerobos penjagaan dengan beringas memberondong tembakan dan menabrak portal.
Kendaraan pelaku terhenti akibat kerusakan parah pada mesin hingga hilang keseimbangan. Seorang perampok keluar dan menyandera kendaraan sejenis minibus L-300 yang melintas dan kemudian melarikan diri ke arah Gunung Tua, Kabupaten Padang Lawas Utara.
Polisi terus memburu pelaku yang seorang di antaranya seorang wanita. Dalam pengejaran itu, sejumlah personel dari Polres Padang Sidempuan juga ikut membantu.
Polisi sangat kewalahan menghadapi pelaku perampokan yang teridentifikasi dari kelompok separatisme.
Pelarian mereka kembali terhenti saat kendaraan yang ditumpangi menabrak kendaraan lain di sisi Jalinsum Kotapinang-Gunung Tua. Seorang perampok bernama Munir Haz berhasil diamankan polisi.
Munir tertinggal dalam kondisi badan dan kaki terhimpit kursi kemudi yang ringsek. Kawanan perampok meninggalkannya terlantar begitu saja, kemudian meloloskan diri ke arah hutan yang berada tidak jauh dari lokasi kejadian.
Sempat frustasi
Rasa frustasi sempat berkecamuk di hati Suntiar. Statusnya masih tenaga harian di Kepolisian Sektor (Polsek) Kotapinang. Dia tidak tahu bagaimana menjamin masa depan anak-anaknya.
Doa-doa terus dipanjatkan kepada Tuhan YME. Dalam hatinya berkata harus kuat menghadapi kenyataan ini.
Ternyata doa-doa itu didengar-Nya. Melalui kemuliaan hati Kapolres Labuhanbatu, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Didid Widjanardi (Desember 2005-Agustus 2006) keluarga Briptu Janpieter Sidabutar diangkat menjadi keluarga besar Polri. Suntiar mendapat perhatian khusus sebagai warakawuri.
Tidak butuh waktu lama, pada 2007 Suntiar jadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Polri. Dia juga diberi pilihan jika ingin menjadi pegawai Bank Mandiri. Namun, karena kecintaannya kepada Polri, Suntiar memilih menjadi ASN dan ditugaskan di Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Kotapinang.
Kebahagiaan terus menghamipiri. Polri juga memberikan penghargaan khusus kepada Briptu Janpieter Sidabutar. Nama aula pertama di Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Labuhanbatu pun kemudian diadopsi dari nama Janpieter atau dimaknai Yan Piter.
Nama Yan Piter dianggap penghargaan tinggi atas rasa tanggung jawab besar sebagai personel Polri. Aula Yan Piter kini jadi tempat aktivitas personel Polres Labuhanbatu dan akan dikenang sepanjang masa.
"Nama Aula Yan Piter yang memberikan nama Pak Tagam Sinaga. Nama itu diadopsi dari nama suami saya Janpieter. Karena kami logatnya orang kampung, nama Janpieter maknanya seperti penulisan Yan Piter. Surat keputusannya juga masih saya simpan. Kata Pak Tagam, nama itu baik untuk dikenang atas jasanya," jelas Suntiar, mengingat percakapannya bersama Kapolres Labuhanbatu AKBP. Tagam Sinaga (Agustus 2006-Maret 2008).
Tidak sampai di situ saja, Polri juga memperhatikan keluarga Bhayangkara yang telah mengabdi dengan mengorbankan jiwa dan raga. Anak kedua Briptu Janpieter Sidabutar, Niko Dwi Putra lulus masuk Bintara Polri pada 2021 melalui jalur prioritas.
Satu hal yang terindah, saat ini Niko menggantikan ayahnya dan ditugaskan di Sabhara Kepolisian Daerah (Polda) Sumatra Utara.
Peristiwa di balik nama Aula Yan Piter
Oleh Kurnia Hamdani Senin, 12 Juni 2023 12:30 WIB 5035