Medan (ANTARA) - Ekonomi Sumatera Utara tumbuh 3,90 persen secara "year on year" pada triwulan I 2022 sejalan dengan membaiknya perekonomian nasional.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, Nurul Hasanudin di Medan, Senin, mengatakan, perekonomian provinsi itu berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp225,42 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp138,88 triliun.
Dari sisi produksi, katanya, pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada lapangan usaha jasa keuangan atau sebesar 6,57 persen.
Baca juga: BPS Sumut tambah tiga kabupaten sebagai survei biaya hidup
Dari sisi pengeluaran, komponen ekspor barang dan jasa merupakan komponen yang mengalami pertumbuhan tertinggi yakni 2,30 persen.
"Dengan pertumbuhan ekonomi secara YoY sebesar 3,90 persen itu, Sumut memberikan kontribusi sebesar 22,92 persen terhadap PDRB di Pulau Sumatera," katanya.
Kontribusi Sumut itu nomor dua terbesar setelah Provinsi Riau yang memberikan andil sebesar 24,56 persen .
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumut, Doddy Zulverdi mengatakan, BI memang masih optimistis ekonomi Sumut pada 2022 bisa bertumbuh sesuai target di rentang 3,7-4,5 persen.
Meski pun, katanya, secara nasional ada revisi target pertumbuhan ekonomi menjadi 4,5-5,3 persen dari 4,7-5,5 persen
Optimisme BI, katanya, mengacu pada pemulihan ekonomi Sumut yang terus terjadi, meski pun masih berjalan secara gradual.
Perekonomian Sumut yang bertumbuh itu didorong meluasnya vaksinasi COVID-19 dan kenaikan harga komoditas.
Vaksinasi yang semakin meluas mendorong semakin tingginya mobilitas dan konsumsi masyarakat.
Harga komoditas yang tren menguat dan meningkatnya volume ekspor Sumut juga mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Nyatanya di triwulan I 2020, pertumbuhan ekonomi secara YoY sudah naik 3,90 persen,"katanya.
Meski pertumbuhan ekonomi diyakini membaik, ujar Doddy, tetap perlu diwaspadai sejumlah faktor yang dapat menahan pertumbuhan tersebut.
Masih memungkinkannya varian baru COVID-19 berkembang dan masih berlanjutnya konflik geopolitik internasional yang dapat mendorong investor untuk melakukan sikap menunggu dan melihat dalam berinvestasi.