Medan (ANTARA) - Pihak kepolisian memastikan bahwa laporan Hokkop Hutabalian (22), warga Desa Sipira, Kecamatan Onan Runggu, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, terkait dugaan pengeroyokan dan fitnah penculikan anak, sedang dalam proses penyelidikan.
Kasat Reskrim Polres Samosir AKP Edward Sidauruk ketika dikonfirmasi, Kamis malam (1/5), dari Medan, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan dan saat ini tengah menindaklanjutinya.
“Masih dalam proses,” kata AKP Edward.
Dia menyampaikan bahwa dalam waktu dekat, pihaknya akan mengirimkan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) kepada pelapor sebagai bagian dari prosedur hukum yang berlaku.
“Segera dikirimkan SP2HP-nya,” jelasnya.
Secara terpisah, Benri Pakpahan selaku penasehat hukum pelapor menegaskan bahwa kliennya telah melaporkan dua peristiwa pidana dan meminta agar Polres Samosir segera menindaklanjutinya.
“Polres Samosir diminta agar segera memproses laporan klien kami, terkait dugaan pengeroyokan secara bersama-sama sebagaimana tercantum dalam laporan polisi nomor: LP/B/50/I/2025/SPKT/POLRES SAMOSIR/POLDA SUMUT, tertanggal 31 Januari 2025,” kata Benri di Medan, Kamis.
Ia menjelaskan bahwa akibat pengeroyokan tersebut, kliennya mengalami luka fisik yang sangat serius sehingga harus dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis.
Bahkan, lanjut dia, sampai saat ini pelapor masih merasakan dampaknya secara fisik maupun psikologis atas peristiwa pengeroyokan yang dialaminya.

Tak hanya itu, Benri juga menyoroti laporan kedua yang tak kalah penting, yakni dugaan pencemaran nama baik melalui media sosial alias tindak pidana ITE.
“Laporan kedua dilaporkan pada 2 Februari 2025 dengan nomor: LP/B/53/II/SPKT/RES SAMOSIR/POLDA SUMUT,” terang dia.
Dalam laporan ini, pihaknya melaporkan tiga akun media sosial (medsos) dugaan penyebaran informasi bohong yang menuding kliennya sebagai penculik anak.
Menurut Benri, kliennya adalah korban. Sebelum dikeroyok, kliennya dituduh sebagai penculik anak di Desa Lumban Suhi-suhi Toruan, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumut.
“Padahal tudingan atau tuduhan itu tidak berdasar dan tidak pernah terbukti,” tegas dia.
Oleh karena itu, pihaknya berharap Polres Samosir segera meningkatkan status penyelidikan terhadap kedua laporan tersebut menjadi penyidikan (sidik), dan menetapkan pihak-pihak yang melakukan tindak pidana dengan main hakim sendiri sebagai tersangka.
“Kita hanya minta keadilan, hukum harus ditegakkan, jika ada perbuatan pidana harus diproses berdasarkan undang-undang berlaku untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” jelasnya.
Menanggapi beredarnya informasi yang belum jelas kebenarannya, Benri mengimbau agar masyarakat tetap tenang dan tidak mengambil tindakan diluar hukum.
“Saya meminta agar masyarakat jangan main hakim sendiri, terlebih informasi yang beredar belum dapat dipastikan kebenarannya,” ujar Benri Pakpahan.
Diketahui kasus ini bermula pada Kamis (30/1), ketika itu Hokkop bertemu seorang perempuan berinisial ES di Desa Lumban Suhi-suhi Dolok, Kecamatan Pangururan, namun keduanya bertengkar dan menarik perhatian warga.
Tiba-tiba, seorang warga yang tidak dikenal menuduh Hokkop sebagai penculik anak, dan hal itu memicu kemarahan massa yang kemudian mengejar hingga melakukan pengeroyokan di Desa Lumban Suhi-suhi Toruan.
Peristiwa dugaan pengeroyokan tersebut kemudian disiarkan langsung (live) melalui akun facebook Friska Evalina Simanihuruk (terlapor), yang menyebut Hokkop sebagai penculik anak.
Kemudian postingan itu dibagikan oleh dua akun facebook lainnya, yakni akun facebook Tessa Sidauruk (terlapor) dan akun facebook Vegas Tamba (terlapor), sehingga postingan tersebut viral di media sosial.
Pelapor baru mengetahui dirinya difitnah pada 1 Februari 2025 saat menjalani perawatan di rumah, setelah diberi tahu oleh seorang saksi Rambo Hutabalian.
Akibatnya, Hokkop dan keluarganya mengaku sangat tertekan secara psikologis dan merasa dipermalukan di tengah masyarakat dan melaporkan tiga akun facebook tersebut ke Polres Samosir.