Medan (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, menjatuhkan vonis pidana mati terhadap Hendrik Kosumo (41) pemilik pabrik ekstasi rumahan di Jalan Kapten Jumhana, Kecamatan Medan Area, Kota Medan.
“Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Hendrik Kosumo dengan pidana mati,” tegas Hakim Ketua Nani Sukmawati di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (6/3).
Hakim menyatakan terdakwa Hendrik terbukti bersalah memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika golongan I yang dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi lima gram.
“Terdakwa terbukti melanggar Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, sebagaimana dakwaan alternatif kedua,” ucap Nani.
Selain terdakwa Hendrik, majelis hakim juga menjatuhkan vonis bervariasi kepada empat terdakwa lainnya, yakni Mhd. Syahrul Savawi alias Dodi (43), Arpen Tua Purba (29), Hilda Dame Ulina Pangaribuan (36), dan Debby Kent (36) merupakan istri dari terdakwa Hendrik Kosumo.
Terdakwa Mhd. Syahrul Savawi alias Dodi dihukum pidana penjara seumur hidup, karena terbukti sebagai orang yang bertanggung jawab atas pengadaan alat cetak dan pemasaran ekstasi.
“Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Mhd. Syahrul Savawi alias Dodi dengan pidana penjara seumur hidup,” kata Nani.
Sementara terdakwa Arpen Tua Purba, Hilda Dame Ulina Pangaribuan, dan Debby Kent masing-masing divonis pidana penjara selama 20 tahun.
“Para terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika,” jelasnya.
Menurut hakim, hal memberatkan perbuatan para terdakwa karena telah meresahkan masyarakat dan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas narkoba.
“Sedangkan hal meringankan tidak ditemukan,” ujar dia.
Setelah membacakan putusan, Hakim Ketua Nani Sukmawati memberikan waktu selama tujuh hari kepada para terdakwa dan JPU (Jaksa Penuntut Umum) Kejari Medan untuk menyatakan sikap apakah mengajukan banding atau menerima vonis ini.
Sebelumnya, JPU Rizqi Darmawan menuntut terdakwa Hendrik Kosumo dan terdakwa Syahrul Savawi alias Dodi masing-masing dengan pidana mati.
“Perbuatan kedua terdakwa melanggar Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, sebagaimana dakwaan alternatif kedua,” ujar JPU Rizqi.
Sedangkan terdakwa Arpen Tua Purba, dan Hilda Dame Ulina Pangaribuan, serta Debby Kent (36), masing-masing dituntut penjara seumur hidup.
“Ketiga terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika,” jelas dia.
JPU Rizqi dalam surat dakwaan sebelumnya menyebutkan, kasus ini bermula pada 11 Juni 2024 di Jalan Kapten Jumhana, Kecamatan Medan Area, saat itu petugas Dittipidnarkoba Bareskrim Polri bersama Polda Sumut melakukan penggerebekan di sebuah rumah toko (ruko) yang diduga sebagai lokasi pembuatan pil ekstasi.
“Dari pengungkapan tersebut, petugas berhasil menyita barang bukti berupa alat cetak ekstasi, bahan kimia padat sebanyak 8,96 kg, bahan kimia cair 218,5 liter, mephedrone serbuk 532,92 gram, dan 635 butir ekstasi, serta berbagai bahan kimia prekursor dan peralatan laboratorium,” katanya.
Berdasarkan hasil interogasi, lanjut dia, diketahui bahwa pabrik rumahan itu telah beroperasi selama enam bulan dan memasarkan produknya ke diskotek-diskotek di Sumut, termasuk di Pematangsiantar. Terdakwa Hendrik dan Debby merupakan pasangan suami istri diketahui sebagai pemilik dan pengelola pabrik.
“Sementara terdakwa Syahrul bertanggung jawab atas pengadaan alat cetak dan pemasaran. Lalu, terdakwa Hilda memesan ekstasi, dan Arpen berperan sebagai kurir yang mengantarkan pil tersebut,” ujar Rizqi.