Medan (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sumatera Utara menyatakan, hingga Februari 2024, penyaluran kredit perbankan untuk UMKM di wilayahnya mencapai Rp78,69 triliun atau tumbuh 12,46 persen dibandingkan periode serupa tahun sebelumnya.
"Upaya untuk memperluas akses keuangan bagi pelaku UMKM ini terus berlanjut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan," ujar Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Kantor OJK Provinsi Sumut Wan Nuzul Fachri di Medan, Kamis.
Wan Nuzul melanjutkan, andil kredit UMKM terhadap total kredit di Sumut pada Februari 2024 mencapai 30,71 persen atau melewati target yang ditetapkan pemerintah yakni 30 persen.
Andil kredit pada Februari 2024 juga meningkat bila dibandingkan Februari 2023 yakni 28,12 persen.
Adapun total penyaluran kredit di Sumut sampai Februari 2024 adalah Rp256,27 triliun, lebih tinggi dari tahun sebelumnya (year on year/yoy) yakni Rp248,89 triliun.
Pertumbuhan kredit UMKM di Sumut, Wan Nuzul melanjutkan, utamanya didorong oleh kenaikan kredit untuk segmen usaha mikro yang mempunyai "share outstanding" sebesar 50,51 persen dibandingkan kredit total UMKM, diikuti segmen usaha kecil 28,02 persen dan menengah 21,47 persen.
Menurut OJK Sumut, pola penyaluran kredit mikro mulai mendominasi di atas segmen kredit lainnya sejak akhir tahun 2021, setelah sebelumnya mayoritas dikuasai oleh kredit menengah.
"Pergeseran segmen kredit UMKM ini dipengaruhi oleh munculnya beragam jenis usaha perorangan dalam era normal baru. Ini membuat kredit yang disalurkan kepada kelompok mikro lebih besar dibandingkan kelompok lainnya," kata Wan Nuzul.
Sementara, sampai Februari 2024, OJK menyatakan bahwa penyaluran kredit di Sumut didominasi kredit produktif dengan nilai Rp178,10 triliun atau 69,50 persen dari total kredit keseluruhan.
Namun, OJK Sumut menilai pertumbuhan itu cenderung stagnan dan termoderasi -0,17 persen secara "year on year" (yoy).
"Perlambatan kredit produktif dipengaruhi oleh distribusi kredit investasi yang terkontraksi sebesar negatif 10,95 persen yoy serta sektor perkebunan dan industri pengolahan komoditas kelapa sawit yang melambat seiring dengan masih lemahnya harga crude palm oil (CPO) di pasar global," tutur Wan Nuzul.
Akan tetapi, kontraksi kredit di Sumut tidak terlalu dalam lantaran sampai Februari 2024 nilai kredit modal kerja bertumbuh sebesar 7,09 persen yoy.
Di tengah perlambatan, kredit produktif tetap menunjukkan pemulihan khususnya di sektor pengolahan minyak goreng dari sawit yang tumbuh sebesar 17,09 persen yoy.
"Kenaikan itu disokong permintaan domestik yang kuat, perbaikan kondisi pandemi, serta penerapan program hilirisasi industri kelapa sawit nasional termasuk program B35 dan B40 yang dijalankan pemerintah, yang semakin meningkatkan kinerja industri pengolahan," ujar Wan Nuzul.
Kemudian untuk kredit konsumtif di Sumut, OJK mencatat bahwa jumlahnya meningkat setidak-tidaknya dalam satu tahun terakhir, di mana pada Februari 2024 besarnya mencapai Rp78,17 triliun atau bertumbuh 10,91 persen yoy.
Situasi ini disebut OJK Sumut memperlihatkan peningkatan kepercayaan konsumen dan akses yang lebih baik ke layanan keuangan.
OJK Sumut memaparkan, pertumbuhan konsumtif terutama ditunjang oleh kredit rumah tangga lainnya dan multiguna yang bertumbuh 11,01 persen yoy, kredit kepemilikan rumah tinggal (KPR) yang mencapai 9,39 persen yoy dan kredit kepemilikan kendaraan bermotor (KKB) yang mencapai 16,92 persen yoy.
"Salah satu faktor yang memengaruhi konsumsi adalah peningkatan konsumsi pada saat libur sekolah, Natal dan Tahun Baru. Selain itu juga turut dipengaruhi oleh respons perbankan dalam menurunkan suku bunga kredit konsumsi dengan tujuan mendorong tingkat konsumsi masyarakat sejak pandemi. Rata-rata suku bunga perbankan sebelum pandemi yang tercatat di atas 11 persen terus menurun hingga 10,19 persen pada triwulan IV 2023," kata Wan Nuzul.
Dia menegaskan, OJK menilai kualitas kredit perbankan di Sumut tetap terjaga pada tingkat yang aman dengan rasio non-performing loan (NPL) net sebesar 0,82 persen, di mana Desember 2023 berada di 0,73 persen dan NPL gross sebesar 1,96 persen (turun dibandingkan Desember 2023 yakni 1,81 persen).
Sementara itu, loan at risk (LaR) atau kredit yang berisiko juga berhasil mengalami perbaikan hingga mencapai 8,17 persen lantaran berkurangnya jumlah kredit restrukturisasi.