Simalungun (ANTARA) - Pemuka adat etnis Simalungun menyatakan sikap tegas bahwa wilayah Kabupaten Simalungun tidak memiliki masyarakat adat dan tanah adat.
Pernyataan itu disampaikan pada rapat koordinasi percepatan penyelesaian persoalan tanah PT TPL dengan masyarakat Lamtoras Nagori Sihaporas, di Balei Harungguan Djabanten Damanik, Kantor Bupati Simalungun, Pamatang Raya, Selasa (14/10).
Pemuka adat yang menyampaikan pernyataan itu, Amsar Saragih dari Partuha Maujana Simalungun (PMS), Ketua Umum Pemangku Adat Cendikiawan Simalungun, dr Sarmedi Purba, dan Panner Damanik, Ketua Umum Ihutan Bolon Damanik.
Rapat koordinasi ini juga dihadiri ahli waris tujuh kerajaan di Simalungun (Siantar, Dolok Silau, Tanoh Jawa, Panei, Purba, Raya, dan Nagur), perwakilan Himapsi, Ikatan Keluarga Muslim Simalungun.
Bupati Simalungun diwakili Sekretaris Daerah Mixnon Andreas Simamora, Dandim 0207/Simalungun Letkol Inf Gede Agus Dian Pringgana, Kapolres Simalungun AKBP Marganda Aritonang.
dr Sarmedi Purba menegaskan, masyarakat adat belum ada di Simalungun dan tidak ada tanah adat di Simalungun.
PMS pun menginginkan Bupati Simalungun memutus pengajuan tanah adat agar tidak terjadi konflik status kepemilikan.
AKBP Marganda juga berharap, hasil rapat koordinasi ini menjadi landasan kuat bagi Pemkab Simalungun untuk mengambil keputusan.
Untuk itu, Pemkab Simalungun didorong mengambil keputusan tegas supaya konflik PT TPL dan sekelompok masyarakat Sihaporas tidak berkelanjutan.
Kabag Hukum Pemkab Simalungun, Frengki Purba, mengonfirmasikan hingga saat ini Perda pengakuan masyarakat tentang tanah adat belum pernah ada.
Data yang diperoleh, dari 267 kepala keluarga di Sihaporas, tercatat 49 kepala keluarga yang mengklaim tanah adat Lamtoras.
