Medan (ANTARA) - Pengamat BUMD air minum Tias Alvin Papatria menyatakan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Tirtanadi Sumatera Utara, membutuhkan sosok pemimpin yang teruji, berpengalaman di sektor air minum, dan memiliki keberanian mengambil terobosan demi melayani jutaan warga Sumut.
“Tirtanadi butuh pemimpin yang paham seluk-beluk sistem air minum dan berani melakukan terobosan, bukan pemula yang masih belajar atau tanpa rekam jejak,” ujar Tias Alvin di Medan, Senin (14/7).
Ia menyampaikan hal tersebut menanggapi persoalan krisis air bersih yang masih kerap terjadi di sejumlah wilayah, seperti Kabupaten Karo, Deli Serdang, Kota Medan, hingga Kabupaten Samosir.
Menurut Alvin, krisis air yang memaksa warga membeli air galon bukan sekadar persoalan teknis, melainkan mencerminkan perlunya kepemimpinan yang solutif dan visioner di tubuh Tirtanadi.
Mantan Direktur Keuangan PDAM Surya Sembada Kota Surabaya itu memaparkan bahwa produksi air bersih Tirtanadi saat ini hanya sekitar 7.400 liter per detik, sementara kebutuhan masyarakat sudah mencapai 11.000 liter per detik.
“Kesenjangan ini adalah bom waktu. Perlu langkah-langkah konkret untuk mengejar ketertinggalan ini,” ujarnya.
Alvin mendorong optimalisasi instalasi pengolahan air minum (IPAM) yang sudah ada, pemanfaatan SPAM Regional Mebidang, dan pengaktifan Bendungan Lau Simeme yang berjarak sekitar 30 kilometer dari Kota Medan.
Selain itu, ia menyarankan penambahan reservoar untuk menstabilkan tekanan dan distribusi air serta mengurangi konsumsi energi listrik.
“Tirtanadi harus fokus pada pembenahan infrastruktur. Di Surabaya, kami berhasil mencapai cakupan layanan 100 persen dengan pasokan air 24 jam dan kapasitas produksi hingga 11.400 liter per detik,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya implementasi Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM) Provinsi Sumatera Utara tahun 2022–2042 yang telah ditetapkan melalui Peraturan Gubernur Sumut Nomor 44 Tahun 2023.
Dokumen itu, lanjut dia, harus diturunkan dalam bentuk Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahunan agar pelayanan publik menjadi lebih terukur dan berkesinambungan.
“Jika kita tidak bergerak cepat, Sumut akan menghadapi defisit air bersih yang lebih parah, seiring dengan pertumbuhan penduduk dan industri yang tidak bisa menunggu,” ujarnya.
Alvin juga mendorong penerapan prinsip 4K dalam layanan air bersih, yakni Kuantitas, Kualitas, Kontinuitas, dan Keterjangkauan.
“Tirtanadi harus menjadikan 4K sebagai janji layanan publik yang tidak bisa ditawar-tawar,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya kesiapan sistem cadangan, terutama pompa di setiap instalasi pengolahan dan reservoar, agar kerusakan satu unit tidak berdampak luas bagi pelanggan.
“SDM teknis juga harus siaga 24 jam penuh,” tambahnya.
Dari sisi pembiayaan, Alvin mendorong manajemen Tirtanadi untuk aktif menjalin kerja sama dengan pemerintah pusat dan lembaga donor internasional.
Ia mencontohkan rekan-rekannya di Jawa Timur yang berhasil mendapatkan hibah sebesar Rp113 miliar untuk pengembangan jaringan distribusi air.
“Pemimpin Tirtanadi harus memiliki jejaring strategis di tingkat nasional dan internasional. Tidak cukup hanya mengandalkan APBD,” katanya.
Pria yang pernah menerima beasiswa Australia Awards itu menekankan bahwa air bersih adalah hak dasar warga negara, dan Tirtanadi sebagai salah satu BUMD air minum terbesar di Indonesia tidak boleh menjadi tempat uji coba kepemimpinan.
“Pemimpinnya harus bekerja maksimal sejak hari pertama demi menjaga urat nadi kehidupan jutaan warga di Sumatera Utara,” tegas Alvin.
