Medan (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Belawan, Sumatera Utara, menuntut 10 tahun penjara terhadap Yenny (47), selaku pegawai Bank Mega, karena melakukan penggelapan dalam jabatan senilai Rp8,6 miliar dan TPPU (tindak pidana pencucian uang).
“Meminta kepada majelis hakim agar menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Yenny dengan pidana penjara selama 10 tahun,” ujar JPU Bastian Sihombing di Pengadilan Negeri Medan, Senin (14/4).
JPU Bastian menilai perbuatan terdakwa Yenny merupakan Supervisor Centralized Network Operations Kantor Bank Mega Regional Medan terbukti melakukan penggelapan dalam jabatan dan TPPU.
“Terdakwa terbukti melanggar Pasal 374 KUHPidana Jo Pasal 3 Undang-Undang tentang TPPU,” jelas dia.
Hal memberatkan perbuatan terdakwa karena terdakwa telah merugikan Bank Mega sebesar Rp8,6 miliar.
“Sedangkan hal meringankan terdakwa berterus terang dan belum pernah dihukum," kata Bastian.
Setelah mendengarkan tuntutan dari JPU, Hakim Ketua Zulfikar menunda persidangan dan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda nota pembelaan atau pledoi dari terdakwa.
“Sidang ditunda dan dilanjutkan pada Senin (21/4), dengan agenda pledoi dari terdakwa maupun penasehat hukumnya,” sebut Hakim Zulfikar.
Sebelumnya JPU Bastian dalam surat dakwaan menyebutkan, terdakwa terlibat dalam penggelapan uang yang menyebabkan kerugian sebesar Rp8,6 miliar di PT Bank Mega Tbk Regional Medan.
“Kasus bermula PT Bank Mega Tbk menjalin kerjasama dengan PT Kelola Jasa Artha atau PT. Kejar dalam hal Cash In Transit (CIT) dan Cash Processing Center (CPC) yang berlaku hingga 31 Desember 2023,” ujar dia.
Berdasarkan perjanjian ini, lanjut dia, PT Kejar bertugas untuk melakukan pengambilan dan pengantaran uang tunai milik Bank Mega kepada tujuan yang telah ditentukan, termasuk melakukan pemrosesan uang tunai seperti perhitungan, penyortiran, dan penyimpanan di pusat pengolahan uang (CPC) Bank Mega.
Pada 21 Mei 2024, terdakwa Yenny melakukan permintaan Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB) melalui email kepada administrasi PT Kejar untuk mentransfer uang sejumlah Rp360 juta ke Bank Artha Graha.
Uang tersebut kemudian diantar menggunakan mobil Daihatsu Grandmax dan diterima oleh pihak Bank Artha Graha Cabang Medan Pemuda, sebelum akhirnya diserahkan kepada Bank Mega Medan Maulana.
“Tanpa prosedur yang sesuai, uang tersebut diterima oleh terdakwa Yenny di Bank Mega tanpa adanya tanda terima resmi,” sebut dia.
Tidak hanya itu, terdakwa Yenny juga terlibat dalam beberapa transaksi serupa pada tanggal 22 Mei 2024.
Dalam salah satu transaksi, Yenny meminta PT Kejar untuk mengirimkan Rp350 juta ke Bank Danamon, yang kemudian diserahkan oleh saksi Muhammad Dayu Syahputra ke Bank Danamon Cabang Medan.
Namun, uang tersebut diterima oleh terdakwa Yenny tanpa adanya stempel resmi dari Bank Mega pada tanda terima.
Selain itu, pada tanggal yang sama, Yenny menginstruksikan pengiriman Rp460 juta ke Bank Mega Cabang Maulana Lubis.
Namun, perjalanan uang tersebut diubah secara tiba-tiba, dengan instruksi untuk mengantarkan uang ke Indomaret Kebun Bunga Kota Medan, dan akhirnya diterima oleh terdakwa Yenny tanpa prosedur formal yang seharusnya dilakukan.
Selanjutnya, pada tanggal 5 hingga 19 Juni 2024, terdakwa Yenny kembali melakukan serangkaian transaksi fiktif berupa permintaan TUKAB kepada PT Kelola Jasa Artha atau PT Kejar.
“Sehingga akibat perbuatan terdakwa Yenny, PT Bank Mega Tbk Regional Medan mengalami kerugian materil kurang lebih sebesar Rp8,6 miliar,” ujar Bastian.