Medan (ANTARA) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan merilis catatan akhir tahun 2024 dengan mengungkapkan oligarki mengancam demokrasi ketidakadilan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terus berlangsung di Sumatera Utara (Sumut).
“Catatan akhir tahun 2024, kami menilai ujung jalan demokrasi dan HAM masih dalam cengkeraman oligarki dari sejumlah kasus yang melibatkan konflik antara masyarakat, pemerintah, dan aparat negara,” kata Direktur LBH Medan Irvan Saputra di Medan, Selasa (24/12).
Bahkan, kata dia, dalam penyelesaiannya masalah tersebut masih saja disertai dengan konflik dan pada akhirnya yang menjadi korban adalah masyarakat.
“Banyaknya peristiwa hukum yang di advokasi oleh LBH Medan menunjukkan belum adanya perubahan situasi dari tahun ke tahun sebelumnya yang tidak lain berdampak terhadap pelanggaran HAM,” jelasnya.
Dari catatan sepanjang tahun 2024, LBH Medan telah menerima 248 pengaduan, terdiri dari 133 pengaduan online melalui WhatsApp dan Instagram serta 115 pengaduan langsung dan konsultasi.
“Konsultasi tersebut terkait 39 perkara tindak pidana, 61 perkara perdata, dan 12 perkara TUN dan tiga perkara lainnya,” kata Irvan.
Dari total pengaduan, kata Irvan, LBH Medan memberikan pendampingan terhadap 40 kasus, yang mencakup perkara perselisihan hubungan industrial (PHI), kriminalisasi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), serta sejumlah kasus pidana dan perdata.
“Kasus yang paling mencuat adalah pembunuhan berencana terhadap wartawan Rico Sempurna dan MHS, yang diduga dilakukan oleh anggota TNI,” kata Irvan.
Proses hukum terhadap kasus tersebut, pihaknya menilai lambatnya dan terkesan pihak POMDAM I/BB tidak serius dalam menegakkan hukum.
LBH Medan juga menyoroti kurangnya penuntasan dalam kasus dugaan korupsi di Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Langkat yang melibatkan pejabat setempat.
“Meskipun sudah ada lima tersangka, tiga di antaranya Kadis Pendidikan, BKD, dan Kasi Kesiswaan belum ditahan hingga saat ini,” sebut dia.
Dalam laporan tersebut, LBH Medan juga menyoroti sejumlah pelanggaran HAM yang semakin sering terjadi sepanjang 2024.
Kekerasan oleh para oknum baik dari TNI dan Polri, PHK terhadap buruh, kecurangan dalam proses demokrasi, serta perampasan hak anak menjadi isu utama yang diangkat.
Selain itu, konflik agraria dan masalah birokrasi yang buruk semakin memperburuk situasi sosial di Sumatera Utara.
Salah satu kasus yang mendapat perhatian besar adalah kriminalisasi terhadap Meilisya Ramadhani, yang diduga dipersekusi oleh Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan Langkat karena berani mengungkapkan tindak pidana korupsi di instansi tersebut.
“Sementara itu, Eva Pasaribu terus berjuang mendapatkan keadilan atas pembunuhan keluarganya yang diduga adanya keterlibatan oleh oknum TNI,” tegas dia.
Sebagai bentuk apresiasi terhadap keberanian Meilisya dan Eva, LBH Medan memberikan sertifikat pembela HAM kepada keduanya atas perjuangan mereka dalam menyuarakan keadilan dan hak asasi manusia.
“Pemberian sertifikat ini juga dimaksudkan untuk mendorong lebih banyak masyarakat agar berani melawan ketidakadilan dan pelanggaran HAM yang terjadi,” ujar Irvan.
Selain merilis catatan akhir tahun 2024, pihaknya juga menggelar diskusi publik pada Senin (23/12), dengan mengundang sejumlah pembicara terkemuka, yakni Prof Dr Kusbianto selaku mantan Direktur LBH Medan, yang juga merupakan Direktur Pascasarjana Universitas Dharmawangsa.
Kemudian, Yenni Chairiah Rambe selaku Direktur Eksekutif Fitra, lalu Rianda Purba selaku Direktur Eksekutif WALHI Sumut, Armalia selaku Plt. Koordinator Kontras Sumut, dan Christison Sondang Pane merupakan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan.
Diskusi ini, kata Irvan, bertujuan untuk mengevaluasi penegakan hukum dan HAM sepanjang tahun 2024 serta mengidentifikasi langkah-langkah yang perlu diambil untuk memperbaiki situasi di tahun 2025.
“LBH Medan berharap agar laporan dan diskusi ini dapat membuka mata publik dan mendorong tindakan tegas dalam menegakkan hukum serta menghormati hak asasi manusia di Sumatera Utara,” ujar Irvan Saputra.