Jakarta (ANTARA) -
“Publikasi di dunia satu dari 2.000 sampai 2.500 setiap kelahiran itu hipotiroid kongenital kalau tanpa diobati IQ-nya di bawah 70, disabilitas intelektual,” kata Aman dalam konferensi pers penyerahan White Paper Tiroid di Jakarta, Selasa.
Aman mengatakan di Indonesia satu dari 1.400 kelahiran bayi tidak di skrinning sejak lahir dan rata-rata IQ-nya di bawah 70-80. Pada saat anak beranjak dewasa, kemampuan menangkap informasi juga terganggu yang akhirnya menghambat cara belajarnya.
Anak dengan hipotiroid juga memiliki jantung yang lemah dan berisiko anemia.
Maka itu ia mengatakan setiap pihak baik pemerintah sampai orang tua harus sadar akan pentingnya deteksi dini hiper dan hipotiroid untuk menyelamatkan kecerdasan anak dan kelangsungan hidupnya di masa depan.
Namun tantangan yang perlu dihadapi untuk mencapai generasi tanpa hipotiroid adalah kondisi geografis Indonesia sehingga setiap rumah sakit bahkan di satu wilayah memiliki standarisasi yang berbeda-beda untuk penerapan skrinning pada bayi baru lahir.
“Indonesia negara kepulauan paling besar di dunia, di Jakarta beberapa rumah sakit beda jadi membuat standarnya paling sulit. Secara sistem seharusnya bayi baru lahir langsung periksa lab dan begitu keluar hasil (hipotiroid) harus diterapi,” kata Aman.
Aman mengatakan orang tua harus menyadari adanya benjolan yang teraba di antara nodul atau kelenjar tiroid sekitar leher, dari pemeriksaan itu anak harus segera periksa antibodi dan skintigrafi.
Tahun 2023 sudah ada 1,3 juta bayi yang di skrinning hipotiroid atau sekitar 50 persen dan harapannya di tahun 2025 meningkat menjadi 80 persen dengan dukungan semua pemangku kepentingan baik pemerintah, rumah sakit hingga keluarga.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Skrining tiroid bayi baru lahir cegah disabilitas intelektual