Medan (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) menghentikan penuntutan dua perkara dengan pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ) karena pihak berperkara telah berdamai.
"Perkara yang disetujui Jampidum merupakan kasus dari Kejaksaan Negeri Gunungsitoli, Nias," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut Yos A Tarigan di Medan, Rabu.
Yos mengatakan ekspose perkara ini disampaikan Jaksa Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI diwakili Direktur Tindak Pidana terhadap orang dan harta benda (TP Oharda) Nanang Ibrahim Soleh didampingi Kasubdit Anton Delianto serta Kasubdit lainnya, Selasa.
"Perkara yang dihentikan merupakan tindak pidana penganiayaan dengan tersangka Yasozisokhi Harefa alias Ama Ziboi melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP dan tersangka Orisman Zendrato alias Oris melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP," ucapnya.
Yos mengatakan dua perkara ini disetujui untuk dihentikan dengan menerapkan Peraturan Kejaksaan RI No15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan pendekatan keadilan restoratif.
"Di mana tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukumannya tidak lebih dari lima tahun dan yang terpenting adalah antara pelaku dan korban saling memaafkan," tuturnya.
Penghentian penuntutan perkara ini, menurut Yos, lebih mengedepankan penegakan hukum secara humanis dan mengedepankan hati nurani.
"Ketika antara korban dan tersangka saling memaafkan dalam konteks ini, pelaku berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya," ucap ujarnya.
Dia mengatakan masyarakat juga merespon positif proses perdamaian ini serta proses perdamaian antara korban dan tersangka telah membuka ruang yang sah terciptanya harmoni di tengah masyarakat.
"Karena proses pemulihan keadaan kepada keadaan semula juga disaksikan tokoh masyarakat, penyidik dari Polres dan keluarga dari tersangka dan korban," ucap Yos.