Medan (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut), menunjukkan komitmennya dalam menegakkan hukum dan keadilan dengan hati nurani, serta mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Melalui pendekatan keadilan restoratif, Kejati Sumut menghentikan proses hukum terhadap seorang anak yang melakukan penganiayaan kepada ayah kandungnya.
“Kejati Sumut menghentikan proses hukum perkara kekerasan dalam rumah tangga yang melibatkan seorang anak sebagai tersangka penganiayaan terhadap ayah kandungnya sendiri di Kota Tebing Tinggi,” kata Kasi Penkum Kejati Sumut Adre Wanda Ginting di Medan, Kamis (1/5).
Adre menyampaikan bahwa penghentian perkara tersebut dilakukan berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020, tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice,
Sebelum penghentian, lanjut dia, pihaknya melakukan eksposes perkara yang digelar secara daring dari ruang Vicon Lantai II, Kantor Kejati Sumut, Jalan A.H. Nasution Medan, pada Rabu (30/4).
Dalam eksposes itu, Kepala Kejati Sumut Idianto diwakili oleh Wakajati Sumut Rudy Irmawan, serta dihadiri para koordinator dan kepala seksi pada Aspidum Kejati Sumut, diterima langsung oleh Jampidum diwakili Direktur C, Jhoni Manurung.
“Perkara yang diselesaikan berasal dari Kejari Tebing Tinggi, dengan tersangka Jhony Wijaya Sumbayak Saragih alias Jhony didakwa melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga,” jelasnya.
Adre menguraikan bahwa insiden terjadi pada Senin, 14 Oktober 2024 sekitar pukul 18.15 WIB di halaman rumah orang tua tersangka di Jalan Kutilang, Kelurahan Lubuk Baru, Kecamatan Padang Hulu, Kota Tebing Tinggi.
Saat itu, kata dia, korban Desmon Saragih selaku ayah kandung menyuruh Jhony masuk ke dalam rumah, namun ditolak dan Jhony meninggalkan rumah.
Tidak lama kemudian, Jhony kembali dan mengetuk jendela rumah untuk meminta masuk. Setelah diizinkan masuk, Jhony meminta uang sebesar Rp25 juta kepada ayahnya untuk modal usaha.
Permintaan itu ditolak dengan alasan tidak memiliki uang. Tersangka kemudian mendorong dan membenturkan bahunya ke arah wajah korban hingga mengenai bibir dan menyebabkan luka berdarah.
“Namun berdasarkan hasil mediasi di Aula Kejari Tebing Tinggi, diketahui luka korban telah sembuh dan korban sudah kembali beraktivitas seperti biasa,” jelasnya.
Ia menambahkan, korban juga menyatakan tidak keberatan dan telah memaafkan perbuatan anaknya. Fakta tersebut menjadi dasar penghentian perkara berdasarkan prinsip keadilan restoratif.
“Dengan adanya kesepakatan damai antara korban dan tersangka, hubungan ayah dan anak yang sempat retak kini telah dipulihkan. Ini menjadi upaya nyata dalam menciptakan harmoni di tengah masyarakat,” kata pria yang pernah menjabat Kasi Intelijen Kejari Binjai itu.