Medan (ANTARA) - Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara Farid Wajdi mengatakan, oknum KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang terlibat kasus pidana di Sumut sudah menggadaikan integritas mereka.
"Mereka juga menghina intelektualitasnya sendiri," ujar Farid di Medan, Selasa.
Pria yang sempat menjadi anggota Komisi Yudisial periode 2015-2020 itu melanjutkan, tindakan para oknum tersebut mencederai upaya-upaya untuk menghasilkan Pemilu 2024 yang demokratis.
Farid menilai, jika kasus tersebut tidak ditangani serius, kepercayaan masyarakat akan Pemilu 2024 yang transparan, jujur dan adil bisa terkikis.
Untuk itu, akademisi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) itu meminta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memperkuat tugasnya dan menggalakkan sosialisasi kepada jajaran KPU dan Bawaslu selaku bagian dari penyelenggara pemilu.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, DKPP dapat memberikan sanksi kepada penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar kode etik.
"DKPP harus memperkuat peringatan bahwa penyalahgunaan wewenang bukan hanya soal pelanggaran etika tetapi juga berpotensi menjadi pelanggaran pidana dengan sanksi yang cukup berat. Itu sepatunya menjadi pelajaran," kata Farid.
Selain itu, dosen yang meraih gelar doktornya dari Universiti Sains Malaysia tersebut meminta KPU dan Bawaslu, baik tingkat provinsi maupun kabupaten-kota Sumatera Utara, supaya meningkatkan pengawasan internal.
Farid menyebut, KPU dan Bawaslu mesti kembali berjalan di jalurnya dan mengevaluasi situasi terkini.
"Satu atau dua orang bisa saja memanipulasi ketidaktahuan, tetapi yakinlah, sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga," tutur dia.
Kemudian, untuk penegak hukum termasuk kepolisian, Farid berharap dapat memberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Menurut penulis buku "Hukum dan Kebijakan Publik" (2021) dan "Kebijakan Hukum Produk Halal di Indonesia" (2021) itu, penegak hukum wajib membongkar kasus tersebut tanpa diskriminasi dan tidak tebang pilih.
"Dari kasus-kasus yang ada, penegak hukum perlu menyamakan persepsi bahwa Pemilu 2024 untuk kepentingan bangsa dan negara," ujar Farid.
Di Sumatera Utara terjadi dua kasus dugaan pemerasan oleh oknum Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Medan dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Padangsidimpuan kepada calon anggota legislatif.
Kasus-kasus yang kini terus didalami oleh kepolisian tersebut terungkap setelah Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Polda Sumut melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Anggota Bawaslu Kota Medan berinisial AH (32), menjabat Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat dan Humas, terjaring OTT oleh Tim Operasional (Opsnal) Kelompok Kerja Penindakan Saber Pungli Polda Sumut pada 14 November 2023 di salah satu hotel di Kota Medan.
Selain AH, turut ditangkap pula dua pria berinisial IG (25) dan FH (29). Mereka dibekuk saat menerima uang atas dugaan pemerasan kepada salah satu caleg yang diduga dipersulit saat mengurus berkas dokumen persyaratan.
Kemudian, pada Sabtu (27/1), Tim Saber Pungli Polda Sumut menciduk oknum KPU Padangsidimpuan dengan dugaan serupa yakni pemerasan.
Polda Sumut menyatakan bahwa oknum itu berinisial PL yang merupakan anggota Komisioner KPU Padangsidimpuan. Barang bukti dari OTT itu adalah uang senilai puluhan juta rupiah.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Muhammadiyah Sumut: Oknum KPU-Bawaslu terlibat pidana gadai integritas