Medan (ANTARA) - Dinas Perindustrian, Perdagangan, Energi dan Sumber Daya Mineral (Disperindag ESDM) Sumatera Utara berupaya menjaga harga gula pasir tetap stabil menyusul lonjakan harga komoditas tersebut yang menyentuh Rp16.280/kg dalam dua pekan terakhir.
"Salah satu memang yang naik itu gula pasir, dan kebijakan kita melakukan intervensi pasar atau pasar murah," ucap Kepala Disperindag ESDM Sumatera Utara Mulyadi Simatupang di Medan, Rabu.
Pihaknya mengungkapkan hingga saat ini telah mengintervensi pasar dengan melakukan operasi pasar sebanyak 52 kali pada 13 kabupaten/kota di Sumatera Utara.
Pasar murah untuk komoditas gula pasir ini dilakukan selain untuk mengendalikan harga, dan juga membantu masyarakat di Sumatera Utara yang membutuhkan.
Harga gula pasir di Sumatera Utara terus mengalami kenaikan harga signifikan, seperti di pasar modern naik dari Rp15.450/kg pada Agustus tahun ini menjadi Rp16.280/kg pada akhir November 2023.
"Di Desember ini kita sedang gencar-gencar melakukan pasar murah ada sekitar 16 kali kita rencanakan dalam menghadapi Natal dan tahun baru di daerah yang merayakan Natal," kata dia.
Pihaknya juga menyakini dengan banjirnya stok gula pasir di pasaran, terutama di daerah-daerah merayakan Natal 2023 dan Tahun Baru 2024, maka harga gula pasir kembali stabil.
"Komoditas gula pasir hingga 28 November, itu sudah Rp16.280/kg. Artinya, ada kenaikan sekitar enam persen dibandingkan periode yang sama pada Oktober 2023," tutur Mulyadi.
Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha Kantor Wilayah I Ridho Pamungkas menyebut margin perdagangan pengangkutan yang cenderung berfluktuasi menjadi salah satu penyebab naiknya harga gula pasir di Sumut.
Ia melanjutkan, adanya kecenderungan tersebut mengakibatkan rantai distribusi industri gula belum efisien dan menunjukkan indikasi penyimpangan terhadap komoditas tersebut.
Pihaknya menjelaskan struktur pasar dalam rantai distribusi industri gula telah membentuk pasar oligopsoni, di mana distributor utama (D1) sebagai pembeli dari pasar lelang atau pasar impor.
"Selanjutnya level subdistributor atau pedagang besar terbentuk pasar oligopoli. Kondisi ini menempatkan pelaku usaha memiliki posisi tawar lebih kuat di pasar," kata Ridho.