Aturan tersebut merupakan revisi dari PMK Nomor 199/PMK.010/2019.
Ada enam perubahan yang ada di regulasi baru tersebut. Pertama, skema kemitraan antara Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) yang sebelumnya bersifat opsional, kini menjadi wajib.
PPMSE yang dimaksud adalah yang melakukan transaksi impor barang kiriman dengan jumlah lebih dari 1.000 kiriman dalam periode satu tahun kalender. Sementara PPMSE yang bertransaksi di bawah jumlah tersebut dikecualikan dari kewajiban kemitraan
Kedua, bila pada PMK 199/2019 PPMSE diperlakukan sebagai mitra DJBC (pihak ketiga), pada PMK 96/2023 PPMSE diperlakukan sebagai importir.
Ketiga, pemerintah menambah empat komoditas baru yang dikenakan tarif "Most Favoured Nation" (MFN), yakni sepeda dengan tarif 25 persen hingga 40 persen, jam tangan 10 persen, kosmetik 10 persen sampai 15 persen, serta besi dan baja nol persen hingga 20 persen.
Dengan demikian, bila digabung dengan PMK 199/2019, maka terdapat delapan komoditas yang dikenakan tarif MFN, bersama dengan tekstil dan produk tekstil dengan tarif 15 persen hingga 25 persen, alas kaki atau sepatu 25 persen hingga 30 persen, tas 15 persen hingga 20 persen, serta buku nol persen.
Keempat, pemerintah mengubah pengaturan tentang "consignment note" (CN) pada PMK 96/2023. Kelima, sistem pemberitahuan pabean dan penetapan tarif/nilai pabean barang hasil perdagangan dilakukan secara "self-assesment", sehingga memungkinkan adanya sanksi.
Terakhir, pemerintah turut mengatur ketentuan ekspor barang kiriman pada PMK 96/2023. Hal itu bertujuan untuk mendorong ekspor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) seiring dengan meningkatnya perdagangan lintas negara melalui "e-commerce".