Tanjung Balai (ANTARA) - Paska kejadian adanya pengunjung (anak) yang mengalami kecelakaan patah tulang, Pemkot Tanjung Balai menyebut Funderland Indonesia bergerak di bidang usaha berbasis risiko wahana yang berlokasi di Kelurahan Bunga Tanjung Kecamatan Datuk Bandar Timur, tidak memiliki izin operasional dari pemerintah daerah.
Hal itu terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang melibatkan Pemerintah Kota (Pemkot) Tanjung Balai, penggiat sosial dan perwakilan Funderland Indonesia, yang difasilitasi DPRD Tanjung Balai, Rabu (12/2/2025).
Dalam RDP dipimpin Wakil Ketua DPRD Tanjung Balai, Surya Darma, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu (PMP2TSP) Pemkot Tanjung Balai, Husni Sahjudin menjelaskan bahwa pihaknya belum ada memberikan/mengeluarkan surat izin operasional kepada Funderland Indonesia.
"Silakan cek kembali surat yang mereka miliki, karena kami (PMP2TSP) tidak pernah memberikan izin atau rekomendasi apapun," kata Husni Sahjudin menegaskan.
Sementara, Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Pemkot Tanjung Balai, Damaria menyatakan bahwa Funderland Indonesia termasuk dalam kategori usaha berbasis risiko di sektor wisata sesuai ketentuan dalam Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pariwisata.
Dinyatakan Damaria, paska kejadian pengunjung anak yang mengalami patah tulang saat bermain di wahana yang disediakan Funderland Indonesia hingga RDP digelar, bahwa Disporapar belum pernah menerima permohonan izin operasional dari Funderland Indonesia.
"Ini (Funderland Indonesia) termasuk dalam kategori usaha berbasis risiko di sektor wisata yang sebenarnya berada di bawah Disporapar bidang Pariwisata. Hingga saat ini kami belum menerima permohonan dari Funderland Indonesia, meskipun mereka sudah beroperasi sejak 11 hari yang lalu," ungkap Damaria.
Perwakilan dari Funderland Indonesia, Andi mengklaim bahwa pihaknya telah memenuhi berbagai persyaratan izin usaha terkait wahana permainan tersebut.
Disebutkan Andi, Funderland Indonesia memiliki akta pendirian Notaris, Nomor Induk Berusaha (NIB), Kode Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), serta surat rekomendasi kegiatan dari Lurah, Camat, izin keramaian dari Polsek dan Polres Tanjung Balai.
Selain itu, pihak Funderland Indonesia juga telah melakukan pembayaran pajak kepada Badan Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) Tanjung Balai.
Terhadap pengunjung anak yang mengalami kecelakaan hingga patah tulang pada bagian tangan, Andi menyatakan pihaknya bersedia bertanggungjawab dengan menanggung biaya perobatan.
Kepala Bidang Pedapatan di BPKPAD, Ade Faradila Nasution mengungkapkan, Funderland Indonesia bukan membayar pajak, tetapi porporasi pada tiket masuk ke wahana bermain tersebut sebanyak 1.000 lembar dengan rincian 500 tiket harga Rp35.000,- (hari biasa) dan 500 lembar harga Rp40.000,- untuk akhir pekan.
"Saat ini pemasukan yang didapat Pemko Tanjung Balai masih 10 persen dari jumlah masing-masing harga tiket yang diporporasi," sebut Ade Faradila Nasution.
Sesuai catatan, pada Sabtu (8/2/2025) sekitar pukul 21.00 WIB, salah seorang pengunjung anak mengalami patah tulang saat bermain di salah satu wahana permainan. Atas kejadian itu pihak keluarga korban (anak) menuntut pertanggungjawaban pihak Funderland Indonesia.
Pada Selasa (11/2/2025), puluhan massa mengatasnamakan Tim Hanif dan Gapai menggelar unjukrasa dengan tuntutan agar Pemko Tanjung Balai menghentikan/menutup wahana bermain tersebut.