Medan (ANTARA) - Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan (Diskop UKM Perindag) Medan memastikan semua UMKM Medan yang mereka bina tidak menjual barang-barang impor.
"UMKM di Medan itu pasti memiliki barang yang diproduksi," kata Kepala Bidang Koperasi dan UKM Diskop UKM Perindag Medan Anwar Syarif kepada ANTARA di Medan, Selasa.
Anwar melanjutkan, yang biasanya terjadi di UMKM Medan adalah para pengusahanya mendatangkan bahan baku dari luar negeri atau luar daerah.
Hal itu terutama untuk UMKM kuliner yang memerlukan banyak bahan baku. Selain itu, bahan untuk pengemasan juga bisa saja didatangkan dari luar Medan.
"Produksi dan pengemasannya tetap di Medan," kata Anwar.
Anwar Syarif pun menegaskan bahwa masuknya barang-barang impor lalu dijual di Indonesia seperti pernah melalui "social commerce", yang kini sudah dilarang oleh pemerintah, merugikan pelaku UMKM.
Pengusaha UMKM tidak bisa menyaingi harga barang-barang impor yang biasanya dijual di bawah harga pasar.
"UMKM tidak dapat bersaing," tutur Anwar.
Diskop UKM Perindag Medan menyatakan nyaris 90 ribu UMKM di Medan tercatat di Sistem Informasi Data Tunggal (SIDT) milik Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2022.
Informasi dalam SIDT UMKM didapatkan dari Pendataan Lengkap Koperasi dan UMKM (PL-KUMKM).
Terkait barang impor, Pemerintah Indonesia menerapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman mulai 17 Oktober 2023.
Aturan tersebut merupakan revisi dari PMK Nomor 199/PMK.010/2019.
Ada enam perubahan yang ada di regulasi baru tersebut. Pertama, skema kemitraan antara Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) yang sebelumnya bersifat opsional, kini menjadi wajib.
PPMSE yang dimaksud adalah yang melakukan transaksi impor barang kiriman dengan jumlah lebih dari 1.000 kiriman dalam periode satu tahun kalender. Sementara PPMSE yang bertransaksi di bawah jumlah tersebut dikecualikan dari kewajiban kemitraan
Kedua, bila pada PMK 199/2019 PPMSE diperlakukan sebagai mitra DJBC (pihak ketiga), pada PMK 96/2023 PPMSE diperlakukan sebagai importir.
Ketiga, pemerintah menambah empat komoditas baru yang dikenakan tarif "Most Favoured Nation" (MFN), yakni sepeda dengan tarif 25 persen hingga 40 persen, jam tangan 10 persen, kosmetik 10 persen sampai 15 persen, serta besi dan baja nol persen hingga 20 persen.
Dengan demikian, bila digabung dengan PMK 199/2019, maka terdapat delapan komoditas yang dikenakan tarif MFN, bersama dengan tekstil dan produk tekstil dengan tarif 15 persen hingga 25 persen, alas kaki atau sepatu 25 persen hingga 30 persen, tas 15 persen hingga 20 persen, serta buku nol persen.
Keempat, pemerintah mengubah pengaturan tentang "consignment note" (CN) pada PMK 96/2023. Kelima, sistem pemberitahuan pabean dan penetapan tarif/nilai pabean barang hasil perdagangan dilakukan secara "self-assesment", sehingga memungkinkan adanya sanksi.
Terakhir, pemerintah turut mengatur ketentuan ekspor barang kiriman pada PMK 96/2023. Hal itu bertujuan untuk mendorong ekspor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) seiring dengan meningkatnya perdagangan lintas negara melalui "e-commerce".