Jakarta (ANTARA) - Disadari atau tidak ternyata pertanian rumah tangga dapat membantu dalam upaya mengatasi stunting atau gizi buruk pada anak.
Melalui pertanian rumah tangga yang sering disebut urban farming dapat dikembangkan komoditas dan segmen usaha yang menghasilkan produk bergizi tinggi. Misalnya saja tanaman sumber pasokan hara mikro esensial yang kaya seng (Zn) dan besi (Fe), yang selama ini sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya kasus gizi buruk.
Komoditas semacam itu ada pada produk microgreens atau mikrohijauan yang belakangan menjadi sangat populer di kalangan masyarakat kelas atas.
Mulanya microgreens diperkenalkan oleh para koki hotel sebagai ornamen hiasan pada kuliner yang dihidangkan.
Hadirnya mikrohijauan membuat hidangan lebih cantik dan lebih segar dipandang sekaligus lezat di lidah penikmatnya.
Bagi para koki saat ini microgreens adalah ornamen yang dapat dimakan alias edible ornament, sementara dulunya bagi petani adalah bibit tanaman dengan ukuran batang hingga kotiledon berkisar 5-10 cm.
Mikrohijauan merupakan sayuran daun yang dipanen lebih muda pada umur 7—14 hari setelah tanam dari biji. Biasanya sayuran daun dipanen dewasa pada umur 30—40 hari.
Namun, mikrohijauan lebih tua jika dibandingkan dengan kecambah atau tauge yang dipanen 2—3 hari setelah tanam. Microgreens dapat dikembangkan untuk kebutuhan sendiri maupun untuk bisnis karena masa panen yang cepat.
Mikrohijauan yang paling umum seperti selada, bayam, atau brokoli. Mikrohijauan biasanya memiliki daun yang kecil, tetapi kandungan nutrisinya sangat kaya.
Tanaman ini mengandung vitamin, mineral, dan antioksidan dalam konsentrasi yang lebih tinggi daripada tanaman dewasa. Ini termasuk vitamin A, C, dan K, serta berbagai unsur hara seperti seng, besi, kalsium, dan magnesium.
Seng misalnya dipercaya berhubungan dengan stunting. Banyak anak stunting yang kandungan seng dalam tali pusatnya rendah.
Banyak anak stunting juga memiliki kadar seng yang lebih rendah di rambutnya. Demikian pula kadar zat besi sangat penting dalam mendukung pertumbuhan yang optimal pada anak-anak. Kekurangan zat besi juga berkontribusi pada stunting. Mikrohijauan yang berwarna merah seperti selada merah mengandung zat besi yang sangat tinggi.
Beragam Riset
Analisis kandungan mineral-mineral antioksidan pada microgreens dan sayuran dewasa telah sering dilakukan.
Pada penelitian Yadav dan tim, peneliti asal India yang dipublikasikan di jurnal Agricultural Research yang terbit pada tahun 2019 menunjukkan bahwa konsentrasi seng atau Zn pada microgreens lebih tinggi berkisar 4,76—29,12 mg/kg bobot segar dibanding pada tanaman dewasa yang hanya berkisar 1,23—5,50 mg/kg bobot segar.
Demikian pula konsentrasi Cu juga lebih tinggi pada fase microgreens dibanding fase dewasa. Butkute dan tim pada tahun 2018 mempublikasikan hasil penelitiannya di jurnal Molecules melaporkan bahwa microgreens memiliki kandungan Zn yang 0,6-3,2 kali lipat lebih tinggi.
Penelitian Marchioni dan tim yang dipublikasikan pada jurnal Foods terbitan tahun 2021 menyebutkan bahwa kadar antosianin 5 jenis microgreens dari familiy brassicaceae mencapai 405,53 μg/g bobot segar yang lebih tinggi dibanding fase dewasa dari tanaman brokoli, lobak, selada air, dan arugula yang masing masing hanya 172,51; 57,56; 52,29; dan 42,26 μg/g bobot segar.
Bahkan Zhang dan tim peneliti dari Inggris melaporkan dalam Journal of Future Foods pada tahun 2021 bahwa baik penelitian in vitro maupun in vivo menunjukkan bahwa microgreens mengandung senyawa anti-inflammatory, anti-cancer, anti-bacterial, dan anti-hyperglycemia, menjadikannya sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia.
Semua peneliti sepakat kandungan gizi fase microgreens lebih tinggi dibanding fase benih, kecambah, baby greens ataupun fase dewasa.
Konsumsi mikrohijauan dapat membantu anak-anak memenuhi kebutuhan seng dan besi sehingga membantu mengurangi risiko stunting.
Di sisi lain rasa mikrohijauan juga lebih renyah dan manis sehingga anak-anak lebih menyukai dibanding sayuran daun dewasa. Serat pada mikrohijauan juga penting menjaga kesehatan pencernaan sehingga dapat membantu menjaga sistem pencernaan anak-anak tetap sehat.
Mikrohijauan juga dapat dikombinasikan dengan beragam menu makanan sehingga tidak melulu dalam bentuk sayur.
Mikrohijauan dapat dihidangkan sebagai salad, sandwich, smoothie, sup, bahkan agar-agar. Promosi manfaat mikrohijauan untuk memperbaiki gizi masyarakat dapat menjadi langkah langkah yang positif bagi kesehatan masyarakat.
Dengan mengintegrasikan mikrohijauan dalam pola makan anak-anak, maka mikrohijauan dapat membantu anak-anak tumbuh dengan sehat dan menghindari dampak buruk stunting pada masa depan mereka.
Kombinasi kandungan seng dan besi yang melimpah membuat mikrohijauan efektif untuk mencegah stunting dan meningkatkan kesejahteraan anak-anak.
Respons masyarakat desa terhadap microgreens juga menggembirakan karena tidak sulit diterapkan. Program Pengabdian Masyarakat Universitas Sriwijaya pada 2023 telah dilakukan di Pekarangan Rumah Masyarakat Desa Permata Baru, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Masyarakat dapat mengadopsi budidaya microgreens dengan cepat.
Kini microgreens menjadi salah satu pilihan budidaya sayur secara indoor karena dapat dilakukan dengan sederhana, mudah, murah, serta tidak membutuhkan ruang yang banyak.
Konsep microgreens dengan pertanian rumah tangga di pekarangan rumah dapat menjadi salah satu cara mencegah gizi buruk pada anak atau stunting.
Microgreens juga dapat memenuhi gizi masyarakat orang dewasa melalui konsumsi sayur yang dihasilkan secara mandiri. Demikian pula pada skala yang lebih besar microgreens dapat menjadi alternatif tambahan ekonomi bagi rumah tangga.
*) Prof. Dr. Ir. Nuni Gofar, MS (Guru Besar di Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya) dan Tri Putri Nur, SP (Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya).
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Urban farming microgreens bantu cegah stunting