“Kalau anak stunting di masa itu (menyusui), apakah dia bisa mencerna dengan baik sesudahnya pada saat dia diberikan MPASI? Susah, kan? Inilah yang masih menjadi gap atau kekurangan di pemerintah,” ujar dia.
Menurut dia perlu intervensi pemberian protein hewani lebih banyak kepada ibu menyusui, juga melakukan edukasi terkait pentingnya pemberian susu sapi setelah anak berusia enam bulan.
“Selama ini aktivis ASI belum banyak memberikan edukasi pada ibu tentang pentingnya pemberian protein dari susu sapi untuk anak di atas enam bulan, padahal, konsumsi susu sapi di Indonesia itu rata-rata hanya 12 liter/kapita per tahun, sedangkan di negara maju sudah 230 liter/kapita per tahun,” ucap dia.
“Negara yang banyak minum susu, anaknya bisa lebih pintar, fisiknya bagus, kualitas hidupnya juga lebih baik, karena protein hewani bukan hanya telur, protein hewani itu bisa optimal kalau semua jenis bisa didapatkan, jadi ada telur, ikan, daging, susu, itu kalau semua mudah didapatkan, maka kualitas hidup kita akan meningkat,” tuturnya.
Sementara, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), persentase bayi usia kurang dari enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif menurut provinsi pada tahun 2022 rata-rata masih di bawah 80 persen.
Provinsi Jawa Tengah menempati posisi tertinggi pemberian ASI eksklusif pada bayi usia kurang dari enam bulan yakni sebesar 78,71 persen, disusul DI Yogyakarta 77,16 persen, Jawa Barat 77 persen, dan Lampung 76,76 persen. Selain keempat provinsi tersebut, pemberian ASI eksklusif pada bayi usia kurang dari enam bulan masih di bawah 75 persen.