Medan (ANTARA) - Digitalisasi sistem pembayaran menjadi suatu keharusan. Bank Indonesia dalam Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2024 mendorong akselerasi integrasi ekonomi dan keuangan digital. Hal ini didasari data yang disampaikan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo terkait pertumbuhan transaksi uang elektronik dan uang kartal yang diedarkan pada pertemuan tahunan Bank Indonesia.
Transaksi uang elektronik (UE) pada Kuartal II-2022 tumbuh 39,85% secara tahunan (year on year/yoy), dan nilai transaksi digital banking pada kuartal II 2022 meningkat 38,45% (yoy). Di sisi lain pertumbuhan Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada kuartal II 2022, hanya meningkat 9,36% (yoy). Demikian juga uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2), hanya tumbuh masing-masing sebesar 16,60% (yoy) dan 10,64% (yoy).
Bank Indonesia (BI) memberikan proyeksi bahwa transaksi uang elektronik akan terus tumbuh signifikan pada tahun-tahun mendatang. Transaksi e-commerce diperkirakan meningkat menjadi Rp572 triliun pada 2023 dan Rp689 triliun pada 2024. Digital banking juga diproyeksi meningkat hingga mencapai lebih dari Rp67.000 triliun pada 2023 dan menjadi Rp87.000 triliun pada 2024.
Perkembangan pembayaran digitalisasi ini juga merambah ranah publik. Terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) No. 10/2016 mendorong transaksi cashless di lingkup pemerintahan. Kementerian keuangan melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) telah membuat beberapa program terkait pelaksanaan digitalisasi dalam pelaksanaan anggaran yang bersumber dari APBN. Program yang dibuat menjadikan proses pelaksanaan anggaran yang lebih adaptif dan agile terhadap dinamika perkembangan teknologi informasi.
Implementasi penggunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP), penggunaan Cash Management System (CMS), dan marketplace pemerintah yang disebut digipay merupakan program digitalisasi pelaksaaan anggaran dimaksud.
Pelaksanaan program ini dilaksanakan pada satuan kerja dari kementerian dan lembaga. Utamanya pada pengelola keuangan, lebih khusus lagi bendahara pengeluaran satuan kerja. Bendahara pengeluaran sebagai orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada Kantor/Satuan Kerja (satker ) Kementerian Negara/Lembaga.
Penggunaan KKP pada satker menjadi awal mula cassless di pemerintahan. Dengan KKP, penggunaan uang tunai berkurang dan menjadikan transaksi keuangan lebih aman serta mengurangi potensi fraud pada transaksi. Hal ini juga dapat mengurangi cost of fund/idle cash dari uang persediaan yang dipegang bendahara pengeluaran.
KKP yang dimiliki dipergunakan untuk pembayaran belanja operasional, belanja modal dengan nilai tertentu dan perjalanan dinas. Belanja operasional dan belanja modal antara lain pembelian/pengadaan barang dan jasa dengan maksimal jumlah pembayaran Rp50 juta, sesuai dengan batasan kewenangan bendahara melakukan pembayaran. Pembayaran dengan jumlah di atas Rp.50 juta wajib langsung ke rekening penyedia dari rekening kas negara.
Pembayaran tunai yang selama ini dilakukan oleh bendahara menjadi berkurang. Proporsi uang persediaan yang dipegang oleh bendahara dengan adanya KKP sebesar 60% dalam bentuk uang tunai dan 40% dalam bentuk limit KKP. Dalam kondisi tertentu, proporsi ini dapat disesuaikan dengan persetujuan maksimal 70% tunai dan 30% KKP.
Pemerintah melakukan restrukturisasi rekening bendahara pengeluaran. Restrukturisasi dilakukan dengan membuat rekening induk dalam bentuk rekening giro per masing-masing eselon I kementeriam/lembaga dan rekening virtual di masing-masing satker di bawah koordinasi eselon I tersebut. Dengan fasilitas yang dimiliki oleh rekening induk, eselon I K/L dapat memantau seluruh saldo dan transaksi satker dibawahnya secara real time melalui dashboard sehingga memudahkan konsolidasi rekening.
Rekening virtual satker dilengkapi dengan digital banking berupa CMS, kartu debit dan user dashboard menggantikan penggunaan cek/bilyet giro. CMS dapat diibaratkan sebagai internet banking yang dapat menyediakan informasi saldo, transfer antar rekening, pembayaran penerimaan negara dan utilitas dan fasilitas lainnya dalam pelaksanaan transaksi perbankan secara real time online.
Digipay merupakan sebuah platform pemerintah yang mengintegrasikan sistem marketplace dengan sistem digital payment dalam rangka pelaksanaan anggaran dengan mekanisme uang persediaan. Marketplace memfasilitasi transaksi pemesanan dan penyediaan barang/jasa antara satker dengan penyedia barang jasa sedangkan digital payment memfasilitasi proses pembayaran atas transaksi dalam sistem marketplace.
Digipay memberikan kemudahan bagi satker sehingga belanja pemerintah menjadi lebih praktis, efektif dan efisien. Bagi bendahara menjadi lebih mudah pemenuhan terkait kewajiban perpajakan dan mendukung inisiatif mitigasi fraud atas transaksi pengadaan barang/jasa.
Selain mendorong peningkatan transaksi non tunai, digipay diharapkan sebagai sarana pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). UMKM dapat menjadi vendor bagi instansi pemerintah, khususnya terkait barang/jasa keperluan sehari-hari dan kegiatan perkantoran. Dengan kata lain, digipay menjadi sarana bagi UMKM untuk ikut serta menikmati kue APBN.
Implementasi Penggunaan Anggaran secara Digital
Dari hasil mapping yang dilakukan oleh Kantor Wilayah Dirjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara terhadap 1.055 satuan kerja yang memiliki rekening bendahara pengeluaran dalam wilayah kerjanya didapatkan data terkait penggunaan KKP, CMS dan Digipay.
Satker yang wajib memiliki KKP baru sekitar 37% dan yang memiliki KKP lebih kecil sekitar 30%. Sebanyak 63% satker telah memiliki kartu debet dan baru 50% satker yang memiliki akses CMS. Sedangkan terkait Digipay, baru 21% satker yang terdaftar dalam aplikasi Digipay dan yang bertransaksi baru sekitar 3,6% satker.
Secara nasional dari hasil survey yang dilakukan oleh Direktorat Pengelola Kas Negara (PKN) DJPb per September 2022, baru 31% satker yang aktif menggunakan CMS. Sementara penggunaan Digipay baru 8.123 satuan kerja dari 21.167 rekening virtual yang dimiliki bendahara pengeluaran atau sekitar 38,37%.
Jumlah transaksi pada digipay nilai transaksi Rp50,37 M pembayaran dilakukan dengan menggunakan CMS sebesar Rp36,75 M dan menggunakan KKP sebesar Rp13,62 M serta dilayani oleh 2.987 vendor.
Melihat data di atas, pelaksanaan anggaran secara digitalisasi masih harus didorong untuk terus ditingkatkan. Apabila dibandingkan dengan nilai uang persediaan yang disalurkan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) ke seluruh rekening bendahara, angka tersebut masih sangat kecil. Artinya, pembayaran yang dilakukan oleh bendahara secara tunai masih mendominasi pelaksanaan APBN dalam hal penggunaan uang persediaan.
Terkait jumlah keikutsertaan vendor pada digipay sangat besar potensi untuk ditingkatkan. Dengan banyaknya jumlah UMKM dan besarnya belanja APBN menjadi tantangan tersendiri untuk meningkatkan jumlah vendor pada digipay.
KPPN sebagai ujung tombak penyaluran dana APBN mempunyai pengaruh yang kuat terkait digitalisasi pelaksana anggaran ini disamping tentunya satker itu sendiri. Berbagai upaya dilakukan KPPN untuk meningkatkan pemahaman satker sehingga tantangan internal yang muncul relatif lebih cepat untuk ditemukan solusinya.
Berdasarkan permasalahan di lapangan, KPPN dapat memberikan usulan terkait penyempurnaan sistem dan kebijakan ke kantor pusat dalam pelaksanaan implementasi KKP, CMS dan Digipay sehingga semakin user friendly.
Selanjutnya KPPN dapat menjalin kerjasama dengan pihak perbankan untuk mendorong percepatan implementasi digitalisasi pembayaran pada setiap satker dengan berbagai inovasi dan produk yang dimiliki bank. Perbankan juga dapat memfasilitasi para UMKM yang menjadi nasabahnya untuk ikut menjadi vendor pada digipay.
Satker juga dapat mengajak para vendor yang menjadi langganan pengadaan barang/jasa untuk mengalihkan pembayaran tunai ke pemindahbukuan melalui CMS atau KKP. Satker juga dapat mengajak vendor tersebut untuk bergabung ke digipay sehingga marketplace yang ada semakin banyak pilihan.
Berbagai upaya digitalisasi yang dijalankan pemerintah diharapkan memberikan dampak besar bagi efektvitas, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara menjadi lebih baik. Dengan kondisi tersebut, fungsi APBN sebagai alat stabilisasi, distribusi, dan alokasi sumber daya tercapai secara maksimal.
*) Yurizon, Kepala Seksi Bank Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Medan I