Simalungun (ANTARA) - Penetapan status perairan Danau Toba dari Mesotropik ke Oligotropik serta pembatasan daya tampung ikan sesuai SK Gubernur Sumut No 188.44/213/KPTS/2017 dinilai akan mempersulit perekonomian masyarakat sekitar.
Sekretaris Komisi B DPRD Sumut Gusmiyadi, Minggu (26/6), mengatakan Pemprov Sumut menerapkan ketentuan tersebut tanpa solusi yang komperehensif.
Hasil peninjauan, ribuan masyarakat masih menggantungkan hidup dari perairan kawasan Danau Toba, termasuk usaha budidaya ikan.
"Hingga kini alih usaha yang dijanjikan untuk memenuhi hidup masyarakat belum juga jelas," ujar politisi Partai Gerindra ini.
Dikatakan, Pemerintah selayaknya melihat dan mengkaji persoalan ini secara paripurna, termasuk dampak-dampak yang akan ditimbulkan penerapan peraturan tersebut.
Apalagi diketahui masyarakat hanya memiliki potensi perairan dengan usaha budidaya ikan untuk memenuhi ekonomi keluarga dan menyekolahkan anak-anak mereka.
Kemungkinkan masyarakat mengalihkan mata pencarian dari usaha ikan ke sektor pertanian dan pariwisata, kecil, karena kondisi alam yang bertebing dan curam.
Selain itu, pemukiman sebagian masyarakat yang ada di pesisir pantai Danau Toba, seperti Dusun Panahatan kegiatan pariwisata juga belum terdistribusi secara merata dan juga belum pernah dikunjungi wisatawan.
Untuk itu, DPRD Sumut dari Fraksi Gerindra mendorong Pemprov Sumut mengkaji ulang penetapan status perairan Danau Toba.
Dia juga meminta Pemerintah Pusat, Pemprov Sumut, dan Pemerintah Daerah setempat merumuskan formula secara holistik, sehingga masyarakat di pesisir kawasan Danau Toba tidak menjadi korban.
Rudi Pohan Sidabutar, perwakilan petani keramba jaring apung, warga Dusun III Panahatan, Desa Sibaganding, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun menyampaikan apresiasi atas upaya Partai Gerindra yang memperjuangkan aspirasi mereka.
Ditegaskan, budidaya ikan menggunakan keramba jaring apung merupakan mata pencarian pokok dalam menghidupi dan memenuhi kebutuhan keluarga.