Medan (ANTARA) - Bercerita tentang hoaks atau berita bohong saat ini sangatlah hangatnya.
Jika kita runut ke belakang, sebenarnya berita bohong sudah ada sejak lama, namun belakang bak jamur yang sedang tumbuh di musim penghujan.
Sosial media adalah salah satu ruang bagi para penyebar hoaks, tanpa cek dan "searching" para nitizen maha benar langsung menyebarkan berita bohong itu dan jempol (like) dianggap penentu dalam penyebaran berita bohong tersebut.
Jika berita dan visual yang dibagikan mendapat jempol banyak, maka hampir dipastikan oleh nitizen tadi bahwa itu berita benar.
Ironisnya setelah membagikan berita hoaks tadi dan sadar bahwa berita itu tidak benar, nitizen tidak mau mengklarifikasi atau membuat pemberitahuan di laman sosial medianya bahwa ia telah melakukan kekeliruan dalam menyebarkan berita.
Peristiwa demi peristiwa itu terus berulang dan juga (mungkin) terus meningkat.
Di tahun 2014, tepatnya Minggu 19 Januari 2014, foto hasil liputan saya di lokasi pengungsian Sinabung diedit oleh tangan-tangan jahil.
Sebuah visual petugas Satpol PP mengangkat kantong berisi bantuan bertuliskan Istana Kepresidenan Republik Indonesia dengan latar kantong berwarna putih biru dan latar belakang tenda berwarna biru.
Si tangan jahil mengedit foto saya dengan mengubah gambar dan tulisan Istana Kepresidenan Republik Indonesia tadi dengan lambang Partai Demokrat.
Foto itu ramai di dunia maya dan akhirnya saya dan beberapa teman-teman mencoba memberitahu kepada warganet bahwa foto hasil editan si tangan jahil adalah berita bohong, sehingga berita bohong tadi tak berlangsung lama "hidupnya" di dunia maya.
Begitu juga dengan foto evakuasi warga saat banjir di Medan yang saya ambil pada Selasa 7 November 2017 juga "digoreng" oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Narasi pun diubah seolah-olah foto saya tadi merupakan banjir di Jakarta.
Sudah begitu akut kah kita sehingga terus menyebar dan membuat berita hoaks?
Atau ada kepuasan tersendiri saat foto dan berita yang kita sebar mendapat puluhan, ratusan bahkan ribuan like dari nitizen.
Mari bijak dalam menggunakan sosial media.
*) Penulis adalah jurnalis LKBN ANTARA Biro Sumut