Balige, Sumut, 7/6 (Antara) - Kenaikan harga Jengkol selama sepekan terakhir tidak menurunkan minat konsumen untuk tetap membeli makanan penyedap tersebut di Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara.
“Minat konsumen untuk membeli jengkol masih cukup tinggi, meski harganya naik drastis," kata boru Butar-butar, pedagang jengkol di Pasar Balige, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) , Jumat.
Menurut dia, tingginya harga Jengkol saat ini, tidak mempengaruhi daya beli masyarakat penggemarnya, karena bagi yang butuh, mereka tetap membelinya tanpa menunggu harga turun.
Dikatakannya, sejak kenaikan harga jengkol hingga tembus Rp30 ribu per kilogram (kg), dirinya bersama sejumlah penjual jengkol di Pasar Balige, hampir tidak mengalami penurunan omset penjualan, karena konsumen tetap ramai membeli komoditi jenis polong-polongan itu.
Memang, kata dia, dalam sebulan terakhir, pasokan sayuran beraroma "tajam" itu relatif berkurang karena pedagang pengumpul yang biasanya mengirimkan barang tersebut mengalihkan komoditas tersebut ke daerah lain untuk memperoleh harga lebih tinggi.
Boru Butar menyebutkan, di antara rekannya sesama pedagang banyak yang tidak melayani secara eceran, karena mereka memasarkannya langsung ke pusat pasar di Kota Medan dengan harga berkisar Rp35 ribu per kg, sehingga dianggap jauh lebih menguntungkan dibanding menjual secara eceran.
Dia menjelaskan, sayuran jengkol tidak termasuk komoditi yang fluktuatif, karena musim panennya tidak banyak dipengaruhi cuaca, dan selama ini, mereka membeli jenis sayuran yang hanya tumbuh di kawasan Asia Tenggara tersebut, dari daerah Barus dan Sorkam, Kabupaten Tapanuli Tengah.
“Pada Januari hingga April 2013 lalu, harga jengkol masih dalam kisaran Rp10 ribu hingga Rp12 ribu per kg, namun tiba-tiba secara mengejutkan terjadi lonjakan harga hingga mencapai Rp 20.000 per kg, dan terakhir pada awal Juni tembus hingga Rp30 ribu per kg,” kata Boru Butar.
Sementara itu, seorang penggemar Jengkol, Simanjuntak (45) menyebutkan, harga jengkol yang melonjak cukup drastis tidak mengurangi keinginannya untuk tetap membeli jengkol, karena sayuran berbau menyengat tersebut merupakan makanan favoritnya.
"Harga jengkol saat ini memang bikin penasaran, karena lebih mahal dari beberapa bahan pokok lain seperti daging ayam negeri, namun karena sudah menjadi makanan favorit, terpaksa harus tetap dibeli,” ujarnya.
Kepala Bagian Perekonomian Pemkab Toba Samosir, Arifin Silaen menyebutkan, meskipun jengkol bukanlah kebutuhan primer masyarakat, para pedagang di pusat pasar kota Balige, hendaknya dapat menyikapi fluktuasi harga secara jeli, agar jangan sampai menimbulkan kerugian.
“Pihak Pemerintah daerah setempat mengimbau para pelaku usaha, agar tetap menjaga stabilitas harga untuk menjamin keberlangsungan perekonomian masyarakat tetap berjalan dengan baik,” katanya. (IN)