Medan (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Medan Area Kota Medan, Sumatera Utara Dr. Dedi Sahputra mengatakan kesadaran masyarakat terhadap kekayaan intelektual dinilai masih rendah sehingga perlu ditingkatkan guna mengantisipasi pelanggaran.
"Misalnya, masyarakat atau pelaku-pelaku usaha yang notabene bergerak di bidang komersial seperti pemilik caffe, pemilik tempat hiburan dan lainnya," ujar Dedi Sahputra, di Medan,Rabu.
Menurutnya, pelaku usaha makan, tempat hiburan biasanya kerap memutarkan hasil karya atau lagu-lagu tanpa mengikuti peraturan yang ada seperti membayar royalti.
Dedi mengatakan para pelaku industri yang telah mendaftarkan hasil karyanya seyogyanya memiliki hak dari karya dihasilkan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
"Masyarakat kita itu belum aware terhadap hal-hal seperti itu. Menganggap hal-hal sesuatu yang bisa diambil dengan mudah bisa secara gratis aja, padahal tentu ada aturan regulasi yang mengaturnya," kata dia.
Dengan kekurangan pemahaman masyarakat tentang kekayaan intelektual, Dosen Ilmu Komunikasi itu menilai masih menemukan banyak pelanggaran yang kerap merugikan para pencipta.
Meskipun penggunaan hasil karya seperti lagu sebagai ajang promosi, kata dia, tetapi pelaku usaha harus mengikuti peraturan yang yang berlaku karena mendapat keuntungan dari hasil karya yang diciptakan.
Oleh karena itu,dia meminta agar pemerintah untuk menggencarkan sosialisasi edukasi kepada masyarakat terhadap kekayaan intelektual serta memberi kepastian regulasi yang jelas kepada pencipta
"Pelindungan hak cipta harus diimbangi dengan hukum agar para pelaku industri musik tidak merasa dirugikan karena rendahnya kesadaran masyarakat terkait penggunaan hasil karya," ujarnya.
