Medan (ANTARA) - Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Kota Medan masih lekat dengan misteri. Terbaru, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kota Medan mengatakan belum pernah dilibatkan dalam diskusi terkait Ranperda tersebut.
Padahal, HIPMI merupakan salah satu stakeholder yang akan ikut terdampak. Utamanya terkait ketentuan mengenai pelarangan iklan rokok dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan yang terdapat dalam rancangan aturan tersebut. HIPMI Kota Medan berpandangan, sektor reklame merupakan bagian penting dari segmen ekonomi kreatif yang berkontribusi signifikan terhadap pencapaian Pemasukan Asli Daerah (PAD) Kota Medan.
“HIPMI sebenarnya optimis sektor ekonomi kreatif bisa membantu pemerintah mencapai target PAD dan mendorong pertumbuhan ekonomi di Medan. Namun, tentunya ini akan bergantung pada bagaimana regulasi, dukungan pemerintah daerah, dan ekosistem lokal dikembangkan. Kami menerima sinyal kekhawatiran nyata di kalangan industri periklanan bahwa pelarangan iklan rokok bisa mematikan usaha,” ujar Ryalsyah Putra, Ketua Badan Pengurus Cabang (BPC) HIPMI Kota Medan.
Pria yang akrab disapa Ryal ini menuturkan bahwa selama ini pelaku usaha periklanan telah taat aturan dan menjalankan prinsip etika pariwara dalam menayangkan iklan produk tembakau.
“Pengaturan yang ada selama ini juga ketat mulai dari waktu tayang, larangan menampilkan produk, kewajiban mencantumkan informasi kesehatan dan lainnya. Ketentuan ini seharusnya sudah cukup. Kami harap jangan ditambah lagi dengan pelarangan reklame dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Ini semakin keras memukul ekonomi kreatif,” terangnya.
Apalagi, sebut Ryal, selama ini reklame atau iklan rokok memberikan kontribusi besar terhadap perputaran ekonomi dan usaha bagi pelaku advertising.
“Jika larangan ini dipaksakan diberlakukan, maka otomatis berdampak dengan hilangnya iklan rokok yang selama ini menjadi bagian besar dari belanja iklan para pelaku usaha. Mereka bukan saja kehilangan klien dan pendapatan, namun berujung pada potensi PHK,” tegasnya.
HIPMI yang turut menaungi anggota atau pelaku usaha di sektor ekonomi kreatif, berharap pembuat kebijakan dapat adil, berimbang dan holistik dalam menyusun Ranperda KTR.
“Larangan ini bisa mengancam keberlangsungan usaha kreatif, khususnya periklanan, media luar ruang, event organizer dan sektor kreatif lainnya yang bergantung pada iklan, promosi dan sponsorship dari produk tembakau. Padahal kita ketahui bersama, rokok adalah produk legal,” tambahnya.
Sebelumnya, Dedy Wahyu Utama, Kepala Subbidang Pajak Reklame Badan Pendapatan Daerah Kota Medan menyebutkan bahwa dalam Ranperda KTR Kota Medan ada larangan memasang iklan rokok dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat anak bermain.
Diproyeksikan, larangan tersebut akan semakin menggerus pencapaian PAD Kota Medan. Padahal, Deddy menjelaskan, sejak diterapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang turut mengatur Pengamanan Zat Adiktif, termasuk pengaturan reklame produk tembakau, Kota Medan telah mengalami penurunan potensi pendapatan pajak sekitar Rp6,3 miliar sejak Januari hingga Juli 2025.
Selain itu, beberapa titik reklame juga tidak diperpanjang izinnya, mengakibatkan potensi kehilangan pendapatan sekitar Rp3 miliar lebih. "Saya mohon coba dikasih ruang juga untuk iklan rokok, sembari kita lihat potensi lain. Pada dasarnya 1 rupiah pun sangat berharga buat PAD Kota Medan. Cobalah dilindungi hak-hak PAD kita terkait iklan rokok," harapnya.
HIPMI proyeksikan dampak larangan iklan di Ranperda KTR Medan bisa picu PHK
Senin, 15 Desember 2025 12:00 WIB 359
Sejumlah anak bersama orang tuanya bermain di Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Taman Ranggon Wijaya Kusuma, Jakarta Timur, Minggu (19/5/2024). DPRD DKI Jakarta mendorong Pemprov DKI Jakarta untuk menegakkan aturan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan menekankan pentingnya Raperda KTR untuk memberikan payung hukum bagi Satpol PP dalam menegakkan aturan tersebut. (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/YU.)
