Medan (ANTARA) - Pengadilan Tinggi (PT) Medan, memperberat vonis kepada Aris Yudhariansyah (54), selaku mantan Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumatera Utara (Sumut), dari sebelumnya empat tahun menjadi tujuh tahun penjara, karena korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19 tahun anggaran 2020.
Putusan Banding Nomor: 17/PID.SUS-TPK/2025/PT MDN tersebut sekaligus mengubah vonis yang diberikan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan Nomor: 114/Pid.Sus-TPK/2024/PN Mdn, tertanggal 10 Maret 2025.
“Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Aris Yudhariansyah berupa pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp500 juta subsider satu bulan kurungan,” ujar Hakim Ketua Krosbin Lumban Gaol dalam isi putusan banding dilihat di Medan, Ahad (18/5).
Majelis hakim dalam putusan banding yang dibacakan pada Kamis (8/5), juga menghukum terdakwa Aris Yudhariansyah selaku mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem itu untuk membayar uang pengganti sebesar Rp700 juta.
“Dengan ketentuan jika uang dinikmati tersebut tidak sanggup membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita sebagai pembayaran uang pengganti dan apabila harta kekayaan terdakwa tidak mencukupi, maka ditambah hukumannya selama satu tahun penjara,” jelas dia.
Majelis hakim banding menyatakan terdakwa selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada kegiatan tersebut terbukti melakukan korupsi pengadaan APD COVID-19 di Dinas Kesehatan Sumut tahun anggaran 2020, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp24 miliar.
“Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1e KUHP, sebagaimana dakwaan primer,” ujar Krosbin.
Sebelumnya majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan vonis empat tahun penjara kepada terdakwa Aris Yudhariansyah.
“Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Aris Yudhariansyah dengan pidana penjara empat tahun dan denda Rp500 juta subsider satu bulan kurungan,” kata Hakim Ketua Sarma Siregar ketika membacakan putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Senin (10/3).
Selain pidana penjara, majelis hakim juga menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti kerugian keuangan negara yang telah dinikmatinya sebesar Rp700 juta.
"Apabila uang pengganti tidak dibayar dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau inkrah, maka harta benda terdakwa dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut," jelas Sarma.
Namun dalam hal, lanjut dia, apabila terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk menutupi uang pengganti tersebut, maka ditambah dengan pidana penjara selama satu tahun.
Hal memberatkan perbuatan terdakwa Aris Yudhariansyah, karena tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.
“Sedangkan hal meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan dan masih mempunyai tanggungan keluarga,” ujar Hakim Sarma.
Vonis itu lebih ringan dari tuntutan JPU Kejati Sumut, yang sebelumnya menuntut terdakwa Aris Yudhariansyah dengan pidana penjara selama sembilan tahun dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
“Terdakwa selaku PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan) dalam pengadaan APD COVID-19 juga dituntut membayar denda sebesar Rp500 juta. Apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan,” ujar dia.
Selain itu, JPU Erick Sarumaha juga menuntut terdakwa membayar uang pengganti kerugian keuangan negara yang telah dinikmatinya sebesar Rp700 juta.
Apabila uang pengganti tidak dibayar dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
“Namun, apabila terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk menutupi uang pengganti tersebut, maka ditambah dengan pidana penjara selama empat tahun enam bulan,” ujar JPU Erick Sarumaha.