Medan (ANTARA) -
Menurutnya, hal ini perlu dilakukan khususnya di daerah-daerah memiliki potensi besar di sektor ekonomi, karena sering terjadi kesalahpahaman antara pihak perusahaan maupun masyarakat.
Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
"Ini jujur, biasanya kita di daerah sering terjadi ketersinggungan dan banyak yang saya temui. Yang mengadu biasanya masyarakat dengan perusahaan-perusahaan," jelas Bobby.
Apalagi, lanjut dia, pihak perusahaan berbentuk perkebunan kelapa sawit dan lain-lain kasus hanya ngambil 'brondolan' kelapa sawit menjadi panjang luar biasa perkaranya.
Bobby juga mengungkapkan keinginannya Sumatera Utara memiliki rumah restorative justice sampai ke tingkat desa supaya masyarakat yang tersandung tidak harus dijerat hukum.
"Jadi persoalan masyarakat memang ada persoalan hukumnya, tapi jika hanya remeh temeh dibanding persoalan hari ini Sumut peringkat satu persoalan narkoba. Mending kita ngurusi seperti itu," lanjutnya.
Menantu Presiden Joko Widodo tersebut berharap agar Rumah Desa Bersatu yang digagas oleh DPC AKSI Simalungun dapat menjadi wadah masyarakat desa menyelesaikan segala konflik sosial warga.
"Rumah Desa Bersatu, harapan kita nanti ini bisa menjadi tempat masyarakat bukan hanya para kepala desa, dan pemerintah atasannya. Tetapi juga bisa menyelesaikan konflik-konflik di masyarakat, sehingga tidak tunggu viral dulu baru diselesaikan," tegas Bobby.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara telah menghentikan penuntutan sebanyak 40 perkara melalui pendekatan keadilan restoratif dari Januari hingga awal Juni 2024.
"Dari 40 perkara yang dihentikan telah berdasarkan penerapan Perja (Peraturan Kejaksaan) No 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif," ujar Koordinator Bidang Intelijen Kejati Sumut Yos A Tarigan di Medan, Senin (10/6).
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Bobby Nasution ingin Sumatera Utara jadi provinsi restorative justice