Tanjungbalai (ANTARA) - Ratusan nelayan yang tergabung dalam wadah Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) unjukrasa ke DPRD Tanjung Balai menuntut revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur, Senin (7/8).
Pantauan di lapangan, ratusan nelayan jaring yang berunjukrasa membawa poster karton bertuliskan berbagai Kecamatan kepada Menteri Perikanan dan Kelautan.
Massa yang berupaya masuk ke halaman gedung dewan Tanjung Balai juga sempat terhambat karena pintu pagar terkunci rapat dan dihadang Pengamanan Dalam (Pamdal) DPRD.
Setelah hampir satu jam menyampaikan orasi, akhirnya para pengunjukrasa diterima unsur pimpinan dewan DPRD Surya Darma AR didampingi Syahrial Bakti, dan sejumlah anggota DPRD yakni, Hj.Artati, Martin, Antoni Darwin Nasution, Andi Abdul Rahim dan Neny Kosasih.
Dalam rapat dengar pendapat antara nelayan dan anggota dewan, terungkap bahwa pemberlakuan PP 11/2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur dinilai menyulitkan nelayan dan menjadi ajang pungli petugas terkait.
"PP nomor sebelas 2023 yang salah satunya poinnya mengatur zona tangkap sangat menyulitkan para nelayan. Karena tidak sesuai diberlakukan di wilayah selat yang menjadi zona tangkap nelayan tradisional, khususnya warga Tanjung Balai, ujar Ketua DPD KNTI Tanjung Balai-Asahan Imam Azhari.
Ia melanjutkan, kedatangan para nelayan ke DPRD untuk meminta solusi konkret dalam persoalan dihadapi nelayan yang saat ini tidak bisa melaut akibat pemberlakuan PP Nomor 11 tersebut.
"Harapan kami, DPRD Tanjung Balai bisa mencarikan solusi dengan memfasilitasi nelayan agar bisa mendapatkan SLO sebagai syarat untuk melaut. Karena tidak pas diberlakukan bagi nelayan Kota Tanjung Balai, PP sebelas tersebut perlu direvisi," kata Imam.
Sementara itu, Abdi yang mengaku sebagai nakhoda (tekong) mengeluhkan akibat razia di laut yang dilakukan PSDKP (Perlindungan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan) banyak nelayan jaring tidak bisa melaut karena adanya pembatasan zona tangkap.
"Sudah dua minggu kami tidak melaut karena tidak punya Sertifikat Laik Operasi (LSO) terkait zona. Jika dipaksakan melaut di bawah zona tidak ada hasil," kata Abdi.
Ia juga menyatakan bahwa, oknum PSDKP telah melakukan penahanan terhadap lima kapal nelayan yang tidak punya SLO. Namun, jika ada "setoran" disinyalir pungli berkisar dua hingga tiga juta rupiah per kapal nelayan, yang tidak punya SLO bisa melaut.
Menyahuti aspirasi para nelayan dan setelah mendengar saran dan pendapat para anggota dewan, Wakil Ketua DPRD Tanjung Balai Surya Darma AR yang memimpin rapat dengar pendapat menyimpulkan bahwa keluhan nelayan akan disampaikan ke Dinas Perikanan dan Kelautan Sumatera Utara.
"Aspirasi yang kami terima dari nelayan segera ditindaklanjuti dengan berkoordinasi dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut dan PSDKP," kata Surya seraya mengakhiri rapat dengar pendapat.
Nelayan Tanjung Balai minta pemerintah revisi PP 11
Senin, 7 Agustus 2023 16:13 WIB 1809