Medan (ANTARA) - Pembuatan trichoderma untuk bahan biopestida, guna menangkal penyakit layu fusarium pada tanaman hortikultura akhirnya membuahkan hasil. Setelah 10 hari ditanam pada batang bambu, Minggu [4/9], ternyata semua bambu menghasilkan trichoderma, yang disambut gembira oleh kelompok tani (Poktan) Tani Maju di Desa Hutapaung, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) Provinsi Sumatera Utara.
Petani hortikultura Humbahas mengapresiasi mahasiswa Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) pada Praktik Kerja Lapangan II [PKL] Polbangtan Medan di Humbahas dengan membuat trichoderma. Tujuannya, mengaplikasikan trichoderma sebagai bahan biopestisida dan dapat dcampur bahan kompos lain bila diperlukan.
Pembuatan trichoderma memanfaatkan media nasi basi dicampur larutan gula merah, yang akan menjadi bahan makanan bagi biang trichoderma, disambut antusias oleh kelompok tani di Desa Hutapaung, pada PKL Penyuluhan Pertanian dari mahasiswa Polbangtan Medan.
"Kami menyebutnya mati gadis untuk penyakit tanaman layu fusarium," kata Sumurung Lumban Gaol, anggota Poktan di Desa Hutapaung, Humbahas.
Langkah mahasiswa Polbangtan Medan, sejalan dengan Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo yang tiada henti mengingatkan tentang pentingnya peran penyuluh bagi petani dalam mendukung terwujudnya tujuan pembangunan pertanian Indonesia saat ini dan ke depan.
"Ke depan, tantangan sektor pertanian akan semakin banyak, khususnya terkait pemanasan global dan perubahan iklim," katanya.
Mentan Syahrul menambahkan pada zaman disruptif seperti saat ini, penyuluh dituntut mampu selalu bisa beradaptasi terhadap perubahan guna memastikan peran sebagai katalisator dapat terwujudkan.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementan (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi menekankan bahwa menjadi penyuluh pertanian merupakan pekerjaan mulia dan luar biasa, karena penyuluh adalah agen of change yang mampu merubah dan mengatasi permasalahan yang dialami oleh petani.
"Tuntutan tugas memerlukan inovasi dan kreativitas dari seorang penyuluh, sehingga ketika berada di lapangan, penyuluh mampu memberikan solusi. Apalagi di tengah makin derasnya arus informasi dan teknologi, setiap orang bisa mengakses apapun yang mereka butuhkan," katanya.
Dedi Nursyamsi menambahkan, saat ini yang kita perlukan adalah penyuluh luar biasa. Kalau seorang penyuluh bekerja dengan fasilitas yang ada bisa maksimal, itu biasa-biasa saja.
"Akan tetapi, jika penyuluh mampu bekerja dengan keterbatasan sarana dan prasarana, maka penyuluh tersebut adalah penyuluh luar biasa. Jadi, yang kita perlukan saat ini adalah penyuluh yang luar biasa. Bukan penyuluh yang mudah mengeluh," katanya lagi.
Direktur Polbangtan Medan, Yuliana Kansrini mengatakan bahwa pihaknya berupaya meningkatkan kualitas praktik lapangan bagi mahasiswa, dengan menjalin kerjasama dengan stakeholders di antaranya melalui kegiatan PKL.
"Dengan adanya pelaksanaan PKL, mahasiswa memiliki pengalaman untuk menjadi penyuluh ahli bidang pertanian. Mengambil peran langsung dalam mengayomi petani guna memajukan pertanian yang unggul," katanya.
Pada pembuatan trichoderma untuk mengatasi layu fusarium, mahasiswa Polbangtan Medan memanfaatkan media nasi basi dicampur larutan gula merah, yang akan menjadi bahan makanan bagi biang trichoderma.
Selanjutnya nasi yang sudah tercampur dimasukkan ke dalam ruas bambu kemudian ditanam dalam tanah di sekitar perakaran bambu.
Tujuannya, mengatasi jamur patogen di lapangan yang sangat merusak pertumbuhan tanaman berupa layu fusarium pada cabai, kentang dan tanaman hortikultura lainnya.