Jakarta (ANTARA) - Indonesia yang berada di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia memiliki 62 persen wilayahnya berupa laut dan perairan. Indonesia yang bergaris pantai sepanjang 108.000 km memiliki total perairan seluas 6.400.000 kilometer persegi.
Meskipun wilayah Indonesia mayoritas berupa perairan, sayangnya eksplorasi di wilayah laut, khususnya laut dalam masih terbatas.
Laut dalam atau samudera di wilayah Indonesia masih menyimpan banyak misteri yang perlu diteliti dan diungkapkan untuk diketahui dan dimanfaatkan bagi kepentingan dan kesejahteraan bangsa dan negara Indonesia. Masih banyak yang belum tereksplorasi, baik dari sisi pengungkapan maupun pemanfaatan keanekaragaman hayati dan non-hayati di wilayah laut Indonesia.
Padahal keanekaragaman hayati dan non-hayati di laut bisa dimaksimalkan untuk berbagai kebutuhan masyarakat seperti sumber pangan, energi, mineral, dan obat-obatan. Untuk itu, perlu dilakukan peningkatan kegiatan riset untuk observasi, eksplorasi dan pemanfaatan sumber daya kelautan hingga pemetaan wilayah laut Indonesia.
Pelaksana Direktur Pengelolaan Armada Kapal Riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nugroho Dwi Hananto mengatakan secara global, hanya 20 persen wilayah laut dan samudera dipetakan dengan skala mencukupi. Itu berarti masih sangat luas wilayah laut dan samudera yakni 80 persen yang menunggu untuk dieksplorasi dan dipetakan dengan baik.
Sementara untuk Indonesia, kemungkinan kurang dari 20 persen yang sudah terpetakan dengan skala mencukupi untuk melakukan observasi dan eksplorasi secara saintifik dan eksploitasi secara keekonomian. Itu menunjukkan masih perlu banyak riset dilakukan yang berfokus pada eksplorasi, observasi dan pemanfaatan sumber daya laut serta pemetaan laut.
Selain menjadi misteri karena masih sangat terbatasnya pengungkapan potensi sumber daya laut, kondisi itu juga membuka peluang bagi para periset untuk melakukan penelitian baru guna mengakuisisi data di daerah-daerah yang belum diteliti sehingga dapat menghasilkan temuan-temuan ilmiah yang memiliki aspek kebaruan yang tinggi.
"Laut dalam atau samudera kita menyimpan misteri untuk kita, supaya kita bisa ekspos, kita bisa menemukan misteri, rahasia, manfaat dari sumber daya hayati maupun non-hayati di sana untuk menghasilkan riset kebaruan yang sangat baru," katanya.
Laut dangkal yang kedalamannya kurang dari 200 meter hanya menduduki 30-40 persen dari keseluruhan wilayah laut Indonesia seperti di Laut Natuna dan Laut Jawa, sementara selebihnya yakni sekitar 60 persen merupakan laut dalam, yang kedalamannya lebih dari 200 meter. Laut paling dalam di Indonesia berada di Laut Banda dengan kedalaman 7.400 meter dan di Samudera Hindia Selatan Jawa.
Tentunya eksplorasi laut Indonesia memerlukan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta fasilitas riset canggih yang mendukung untuk melakukan survei dan riset kelautan guna mengungkap berbagai potensi laut Indonesia terutama laut dalam yang jarang sekali disentuh.
Karena ekspedisi pelayaran untuk keperluan riset kelautan membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit, terutama dari segi pendanaan dan fasilitas, maka BRIN memberikan pendanaan Hari Layar untuk ekspedisi kelautan secara gratis kepada para periset.
Melalui skema Hari Layar, semua pihak termasuk para periset, dosen dan mahasiswa dapat memanfaatkan armada kapal riset berbasis kompetisi dan inklusif.
Akses terbuka-inklusif
Menurut Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, kegiatan Hari Layar dimaksudkan untuk memberikan akses yang terbuka dan inklusif bagi para periset, dosen dan mahasiswa untuk memanfaatkan fasilitas kapal riset BRIN guna melakukan akuisisi data dan atau koleksi spesimen yang memerlukan kapal riset BRIN.
Fasilitasi Hari Layar yang disediakan BRIN akan menanggung pendanaan yang mencakup biaya pelayaran, biaya akomodasi dan makan periset di dalam kapal, dan biaya penggunaan dan layanan teknisi atau operator peralatan riset yang terpasang dan merupakan bagian integral dari kapal riset.
Dengan kemudahan fasilitas tersebut, para periset di Tanah Air diharapkan semakin tertarik dan termotivasi melakukan ekspedisi pelayaran dan riset kelautan serta menjalin kolaborasi dengan mitra baik dalam maupun luar negeri serta lintas disiplin ilmu dalam melaksanakan risetnya.
Saat ini BRIN mengelola lima kapal riset, yakni Kapal Riset (KR) Baruna Jaya I, KR Baruna Jaya II, KR Baruna Jaya III, KR Baruna Jaya IV, dan KR Baruna Jaya VIII.
Kapal riset tertua adalah KR Baruna Jaya I yang dibuat di galangan kapal CMN Perancis pada 1989, dan yang paling muda adalah KR Baruna Jaya VIII yang dibuat di galangan kapal Mjellem & Karlsen di Norwegia pada 1998. KR Baruna Jaya I-IV merupakan kapal yang setipe dengan dimensi sama sehingga biasa dikenal sebagai sister ship.
Kondisi setiap kapal riset tersebut beragam, mulai dari aspek bangunan kapal, alat riset terpasang, alat riset yang sifatnya bergerak, permesinan, propulsi dan alat-alat deck pendukung riset.
KR Baruna Jaya I memiliki MBES Teledyne Hydroswept DS mounted yang dapat memetakan laut sampai kedalaman 10.000 meter atau 10 km.
MBES Kongsberg EM304 mounted di KR Baruna Jaya III dapat memetakan laut sampai kedalaman 8.000 m atau 8 km. MBES Elac Seabeam 3050 portable yang dapat digunakan di KR Baruna Jaya II dan IV berfungsi untuk memetakan laut sampai kedalaman 3.000 meter atau 3 kilometer.
KR Baruna Jaya VIII mempunyai MBES Reson yang dapat memetakan laut sampai kedalaman 500 meter.
Hari Layar
BRIN mengumumkan tiga kegiatan riset yang lolos untuk didanai pada gelombang pertama Hari Layar 2022 pada 9 Maret 2022, yang berkaitan dengan keragaman aktinomisetes, interaksi laut-atmosfer pemicu badai ekstrem dan pemetaan biodiversitas laut.
Masing-masing kegiatan riset tersebut dilakukan oleh Dr Ali Budhi Kusuma dan tim dari Universitas Teknologi Sumbawa, Dr Erma Yulihastin dan tim dari Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN, dan Dr Hawis Madduppa dan tim dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
Riset yang akan dilakukan Ali Budhi berjudul "Studi Keragaman Aktinomisetes Ekstremofilik Asal Habitat Laut dalam Samudera Hindia di Bagian Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Potensinya sebagai Agen Biodegradasi Limbah Plastik".
Kegiatan penelitian itu bertujuan untuk mempelajari biodiversitas aktinomisetes ekstremofilik asal habitat laut dalam Samudera Hindia Bagian Selatan Nusa Tenggara Barat (NTB), Indonesia, dan melakukan bioprospeksi terhadap strain-strain aktinomisetes ekstremofilik yang didapatkan terkait potensinya dalam mendegradasi limbah plastik.
Riset tersebut menargetkan luaran (output) berupa 35 koleksi strain aktinomisetes ekstremofilik asal habitat laut dalam Samudera Hindia di bagian Selatan Provinsi NTB, dua kandidat strain aktinomisetes yang berpotensi untuk agen biodegradasi mikroplastik, serta profil jumlah dan keragaman jenis mikroplastik di habitat laut dalam Samudera Hindia bagian selatan NTB.
Selanjutnya, riset yang akan dilakukan Erma Yulihastin berjudul "Interaksi Laut-Atmosfer Pemicu Badai Ekstrem di Perairan Selatan Indonesia".
Penelitian itu bertujuan untuk melakukan pra-kampanye Years of the Maritime Continent (YMC) dan mengoleksi data insitu yang kontinu selama periode musim transisi yang dapat mewakili kondisi ketidakstabilan energi di laut dan di atmosfer untuk memperjelas dan memperkuat interaksi laut-atmosfer.
Adapun target luaran dari riset tersebut adalah paket data "in-situ" laut-atmosfer selama berlayar yang menghasilkan paket data interaksi laut-atmosfer di selatan Indonesia, purwarupa metode identifikasi interaksi vorteks-eddies skala meso di Indonesia, dan publikasi internasional.
Sementara penelitian yang dilakukan Hawis Madduppa berjudul "Pemetaan Biodiversitas Laut dengan eDNA Next Generation Biomonitoring serta Hubungannya dengan Pencemaran Lingkungan di Perairan Selat Malaka".
Kegiatan riset itu memiliki tujuan untuk mengungkap keseluruhan dari biodiversitas laut pada ekosistem laut di Perairan Selat Malaka serta hubungannya dengan pencemaran lingkungan dengan mengeksplorasi secara menyeluruh serta memasukkan data genetik dari organisme yang diidentifikasi ke dalam database genetik nasional dan internasional.
Target output dari riset tersebut adalah lebih dari 100 spesimen jaringan organisme laut dan 40 sampel air laut.
Para peneliti lain diharapkan dapat segera memanfaatkan Hari Layar dan menggunakan kapal riset yang dikelola BRIN sehingga eksplorasi laut Indonesia semakin luas dan riset yang dilakukan semakin banyak, dan pada akhirnya output yang dihasilkan dari kegiatan riset semakin banyak untuk mendukung pengungkapan dan pemanfaatan kekayaan laut Indonesia.
Mengeksplorasi laut dalam di Indonesia
Rabu, 9 Maret 2022 16:14 WIB 1519