Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 yang merebak dalam setahun terakhir, telah mengakibatkan kinerja ekonomi Indonesia pada 2020 mengalami keterpurukan. Pertumbuhan ekonomi turun ke zona negatif, seperti yang pernah terjadi ketika krisis ekonomi tahun 1998.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia sampai dengan triwulan III-2020 mengalami kontraksi sebesar 2,03 persen (q-to-q).
Capaian ini kemudian ditindaklanjuti dengan proyeksi Kementerian Keuangan RI untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 berpotensi sebesar minus 2,2 persen hingga minus 1,7 persen. (y-on-y).
Menurunnya aktivitas ekonomi akibat pandemi berdampak terhadap penambahan jumlah pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Pada Agustus 2020 BPS mempublikasikan jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 9,77 juta orang atau bertambah 2,67 juta orang dibandingkan periode yang sama tahun 2019.
Pandemi COVID-19 juga memberikan tekanan bagi peningkatan angka kemiskinan di Indonesia.
Pada periode awal pandemi saja, BPS mencatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 sebesar 26,42 juta orang, meningkat 1,63 juta orang terhadap September 2019. Angka ini diproyeksikan akan lebih besar lagi hingga akhir tahun 2020.
Penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia juga memberikan pengaruh besar bagi perekonomian Sumatera Utara. Kontribusi ekonomi Sumut terhadap nasional cukup besar yakni mencapai 5,06 persen (2019).
Dengan demikian, tekanan terhadap perekonomian nasional berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi Sumut di tahun 2020.
Hingga Triwulan III 2020, ekonomi Sumut mencapai -0,27 persen (c-to-c), sehingga menyebabkan ekonomi Sumut berpotensi mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2020.
Walaupun perekonomian Sumut mengalami kontraksi di triwulan III-2020, namun beberapa lapangan usaha masih dapat tumbuh positif seperti pertanian, informasi dan komunikasi, pengadaan listrik, jasa keuangan dan asuransi, jasa pendidikan dan real estate.
Pertanian masih menjadi tumpuan penggerak ekonomi Sumut pada triwulan III-2020. Pertumbuhan sektor pertanian didorong oleh panen hasil pertanian pangan.
Penurunan ekonomi Sumut juga tergambar dari menurunnya ekonomi dari sisi pengeluaran, khususnya konsumsi rumah tangga.
Padahal konsumsi rumah tangga memiliki kontribusi yang besar bagi perekonomian dan menjadi harapan bagi pertumbuhan ekonomi Sumut yang lebih tinggi di tahun 2020. Hingga triwulan III-2020, konsumsi rumah tangga Sumut menurun 5,76 persen (y-on-y).
Secara keseluruhan, dari sisi pengeluaran, pada triwulan III-2020 seluruh komponen pengeluaran mengalami penurunan, sehingga menekan pertumbuhan ekonomi Sumut menjadi minus 2,60 persen (y-on-y).
Bantuan sosial yang diberikan pemerintah belum mampu mengangkat pertumbuhan ekonomi, bahkan pengeluaran konsumsi pemerintah juga menurun 2,27 persen (y-on-y).
Demikian pula Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto atau investasi Sumut yang mengalami penurunan hingga 5,50 persen (y-on-y). Refocusing anggaran memaksa pemerintah daerah harus merubah belanja modal untuk dikonsentrasikan untuk sektor kesehatan dan bantuan sosial. Komponen ekonomi dari sisi pengeluaran lainnya yaitu ekspor dan impor juga mengalami penurunan akibat penurunan aktivitas ekonomi global. Ekspor menurun 14,36 persen (y-on-y) sedangkan impor menurun hingga 23,78 persen (y-on-y).
Pandemi memberikan dampak terhadap peningkatan jumlah pengangguran sebanyak 109,0 ribu orang. Bahkan pekerja penuh (di atas 35 jam seminggu) menurun sebesar 526 ribu dan beralih menjadi pekerja paruh waktu dan setengah penganggur.
Kondisi ini mengakibatkan kemiskinan di Sumut mulai bergerak naik. Terjadi penambahan 22.790 penduduk miskin di Sumut pada Maret 2020. Potensi penambahan orang miskin di akhir tahun 2020 dapat lebih besar lagi akibat meningkatnya pengangguran.
Perbaikan ekonomi
Walaupun pandemi telah menghancurkan kinerja ekonomi makro Sumut, namun sejumlah peluang masih dapat memberikan harapan untuk perbaikan ekonomi Sumut ke depan. Neraca Perdagangan Internasional (NPI) Sumut berpeluang mencatat surplus yang lebih besar di tahun 2020.
Secara akumulatif (Januari hingga Oktober 2020) tercatat surplus neraca perdagangan mencapai 3,34 miliar dolar AS. Capaian ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2019 yaitu sebesar 2,71 miliar dolar AS atau tumbuh 23,25 persen (c-to-c). Komoditi utama ekspor Sumut yaitu lemak dan minyak hewan/nabati dan karet tercatat meningkat hingga Oktober 2020 dengan peningkatan masing-masing sebesar 8,56 persen (y-on-y) dan 4,01 persen (y-on-y).
Mulai pulihnya ekonomi global memberikan harapan terhadap peningkatan permintaan ekspor komoditas utama Sumut.
Pertumbuhan ekonomi Sumut pada triwulan III-2020 juga sudah menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik yaitu tumbuh 3,13 persen dibandingkan kondisi triwulan II-2020.
Pembaikan ekonomi Sumut tersebut ditopang oleh pertumbuhan lapangan usaha seperti transportasi dan pergudangan yang tumbuh sebesar 5,62 persen, pengadaan listrik dan gas tumbuh sebesar 4,71 persen serta perdagangan besar dan eceran tumbuh sebesar 4,29 persen. Lapangan usaha pertanian tercatat yang paling konsisten pertumbuhannya di tahun 2020 dan masih tercatat tumbuh 1,12 persen dibandingkan tahun 2019.
Strategi Pemulihan
Pada tahun 2021, Kementerian Keuangan RI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat tumbuh 4,5 persen hingga 5,5 persen. Optimisme pertumbuhan ekonomi Indonesia juga disampaikan oleh Bappenas yang memproyeksikan 5,0 persen.
Demikian pula Bank Indonesia yang optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat tumbuh 4,8 persen hingga 5,8 persen.
Pemulihan ekonomi Sumut pada tahun 2021 tentunya sejalan dengan pemulihan ekonomi nasional. Agar proses pemulihan ekonomi Sumut dapat lebih cepat dan lebih tinggi dibandingkan proyeksi capaian nasional, maka sejumlah strategi harus segera dilakukan pada triwulan I-2021.
Pertama, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Sumut harus mampu menyelesaikan masalah kesehatan melalui ketegasan dan kedisiplinan dalam menjalankan protokol kesehatan, Di samping itu, setiap daerah perlu mempersiapkan diri dalam urusan logistik, penyimpanan, distribusi dan pemberian vaksin secara cepat dan tepat.
Pandemi tidak akan memberikan dampak yang optimal jika strategi hanya fokus kepada masalah ekonomi dan sosial, mengingat COVID-19 merupakan isu di sektor kesehatan.
Masalah ini memberikan dampak terhadap tingginya kekhawatiran masyarakat untuk beraktivitas dan berkonsumsi seperti kondisi sebelumnya. Tanpa ada jaminan selesainya permasalahan kesehatan, maka Konsumsi Rumah Tangga tidak akan dapat tumbuh secara optimal. Padahal komponen ini memiliki porsi terbesar bagi perekonomian Sumut.
Bila konsumsi rumah tangga tidak tumbuh secara optimal, pelaku usaha tetap akan mengambil sikap wait and see karena masih enggan untuk melakukan ekspansi usaha akibat khawatir atas bisnis yang akan dijalankan, tidak dapat tumbuh sesuai dengan studi kelayakan yang telah disusunnya.
Kedua, pemerintah daerah harus melakukan refocusing kepada program dan kegiatan prioritas pembangunan Sumut. Dengan demikian, anggaran dapat lebih efisien dan selanjutkan digunakan secara efektif untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan.
Saat ini, Sumut masih membutuhkan pembangunan infrastruktur, aksesibilitas & konektivitas kawasan sentra pertumbuhan ekonomi. Di samping itu perlu dilakukan pembangunan dan perbaikan fasilitas layanan sektor prioritas dengan karakteristik penciptaan lapangan kerja.
Ketiga, penyerapan anggaran pemerintah daerah berjalan lebih cepat dan produktif. Selama ini realisasi Transfer Keuangan Daerah dan Dana Desa (TKDD) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah telah berjalan sesuai dengan jadual yang telah ditentukan, namun penyerapan anggarannya masih relatif lambat. Dampaknya, hasil belanja daerah menjadi kurang optimal bagi peningkatan perekonomian Sumut di tahun berjalan. Secara umum siklus simpanan pemerintah daerah di perbankan Sumut, semakin meningkat di awal tahun, lalu mencapai puncaknya pada triwulan ketiga sebelum akhirnya menurun tajam pada Desember tahun berjalan.
Keempat, mendorong pembangunan lapangan usaha unggulan dengan mengembangkan lapangan usaha yang memiliki dampak ekonomi dan tenaga kerja yang luas. Lapangan usaha pertanian, industri pengolahan dan konstruksi memiliki efek berganda yang panjang di Sumut. Demikian pula sektor pariwisata melalui lapangan usaha hotel dan restoran serta transportasi.
Kelima, memperbaiki sistem pelayanan investasi daerah dan melakukan persiapan dalam implementasi tindak lanjut UU Cipta Kerja. Strategi ini dapat diimplementasikan dengan mempermudah prosedur investasi, memberikan insentif daerah (pajak/retribusi) bagi investasi, memberikan kepastian dalam investasi, memberikan kenyamanan dalam menjalankan kegiatan produksi, dan promosi potensi investasi Sumut berkoordinasi dengan kabupaten dan kota.
Keenam, meningkatkan investasi yang fokus kepada Human Capital Development. Pembangunan sumber daya manusia (SDM) dilakukan dengan penguatan sistem pendidikan vokasi yang berbasis keunggulan Sumut, menyediakan sarana dan prasarana latihan kerja yang disediakan di sekolah-sekolah vokasi harus mengikuti perkembangan dunia usaha. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diarahkan pada hal-hal yang akan mendukung kebutuhan link and match dan pelatihan bagi guru-guru sekolah.
Ketujuh, mempertahankan daya beli kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Mengurangi dampak krisis atas peningkatan jumlah penduduk miskin.
Untuk itu, pemerintah Kabupaten/Kota di Sumut perlu melakukan berbagai tindakan di antaranya adalah melanjutkan program jaminan sosial dengan memberikan bantuan/subsidi bagi masyarakat miskin, mengutamakan kegiatan/program pemerintah berbasis kepada padat karya, mengarahkan pemanfaatan Dana Desa untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat desa yang bertumpu kepada pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pengelolaan sumber daya alam secara bijak.
*) Wahyu Ario Pratomo, adalah Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara