Jakarta (ANTARA) - Qatar dan Rusia menepis tudingan telah melakukan suap setelah para jaksa penuntut Amerika Serikat pada Selasa waktu setempat menuduh kedua negara telah membayarkan jutaan suap untuk mendapatkan hak menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022.
Menurut dokumen yang dirilis Departemen Kehakiman AS, para pejabat FIFA menerima suap dalam pemungutan suara yang memberikan Piala Dunia 2018 kepada Rusia dan Piala Dunia 2022 kepada Qatar.
Baca juga: Son Heung-min jalani wajib militer di Korea Selatan
Doha mengatakan "membantah keras tuduhan yang terkandung dalam dokumen pengadilan itu", sedangkan Kremlin menyatakan bahwa Rusia "sepenuhnya legal ketika memperoleh hak" menyelenggarakan Piala Dunia 2018.
Baca juga: Manchester City tak mau pangkas gaji pemain
Gugatan hukum AS itu berkaitan dengan skandal korupsi besar-besaran pada 2015 yang membuat FIFA bergolak dan membuat bosnya saat itu, Sepp Blatter, mundur.
AS menuding 45 orang dan sejumlah perusahaan olah raga melakukan sekitar 90 jenis kejahatan dan telah menerima suap 200 juta dolar AS.
"Rusia sama sekali secara lega mendapatkan hak menyelenggarakan Piala Dunia itu," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan.
Sedangkan Qatar menyatakan tudingan AS itu "adalah bagian dari kasus lama dari subyek yang bukan dari proses bidding Piala Dunia FIFA 2018/2022."
Waktu turnamen ini di Qatar yang sedianya digelar pada November dan Desember 2022, tidak terpengaruh pandemi virus corona yang telah memaksa Piala Eropa dan Olimpiade Tokyo ditunda sampai 2021, demikian dilaporkan AFP.