Jakarta (ANTARA) - Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP) Bidang Politik, Hukum, Keamanan, dan HAM Rumadi Ahmad mengatakan tidak mudik saat terjadinya wabah merupakan implementasi ajaran agama Islam.
"Imbauan untuk tidak mudik saat Idulfitri ketika ada wabah COVID-19, bukan semata anjuran pemerintah, melainkan merupakan implementasi ajaran agama Islam yang harus dipatuhi," ujar Rumadi dalam siaran pers di Jakarta, Selasa malam.
Menurut Rumadi, harus dipahami bahwa bangsa Indonesia sekarang dalam kondisi darurat COVID-19.
Baca juga: Polda Sumut semprotkan disinfektan cegah penyebaran COVID-19
Presiden sudah menetapkan kedaruratan kesehatan masyarakat sehingga semua yang dilakukan, termasuk menghadapi Ramadan dan seluruh ibadah yang dilakukan, dalam kondisi darurat.
Dalam agama Islam, kata dia, dikenal ajaran bahwa menghindari kerusakan harus didahulukan daripada mengejar kemaslahatan atau dalam bahasa Arab dar'ul mafasid muqaddamun 'ala jalbil mashalih.
Oleh karena itulah, lanjut Rumadi, dalam konteks kondisi darurat sekarang ini, tetap tinggal di rumah lebih diutamakan.
Baca juga: Warga dilarang berkumpul lebih dari lima orang
“Tinggal di rumah untuk memerangi COVID-19 bukan hanya mengikuti anjuran pemerintah, melainkan merupakan implementasi dari ajaran agama," kata Ketua Lajnah Kajian Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) NU itu menekankan.
Maka, dalam kondisi darurat wabah corona ini, dia menyarabjab masyarakat untuk tidak melakukan mudik ke kampung halaman.
Menurut Rumadi, mudik memang merupakan ritual tahunan yang sangat dinantikan masyarakat. Akan tetapi, untuk momen pulang kampung tahun ini, sebaiknya semua pihak menahan diri dan mau berkorban semata-mata untuk kebaikan semua pihak.
Baca juga: 204 orang sembuh dan 2.738 positif COVID-19 di Indonesia
Terutama, bagi warga yang tinggal di zona merah COVID-19, yang sangat rentan membawa virus corona ke kampung halaman.
"Mudik justru berisiko menularkan penyakit corona kepada orang tua, saudara atau kerabat. Silaturahmi dengan orang tua tetap bisa dilakukan tanpa harus dibayang-bayangi kekhawatiran menularkan penyakit,” ujarnya.
Dalam situasi seperti sekarang, kata Rumadi, semua harus rela berkorban dan mengorbankan berbagai hal yang selama ini biasa dinikmati. Misalnya, mengikuti syiar Ramadan dan kegiatan ibadah lain yang biasa dilakukan selama bulan puasa.
Meskipun tidak bisa tarawih di masjid seperti biasanya, umat Islam masih bisa tarawih di rumah masing-masing, bersama keluarga.
Baca juga: Hasil rapid test, anggota DPRD Sumut asal Asahan dinyatakan positif COVID-19
"Ibadah tarawih masih tetap bisa kita laksanakan, bukan dilarang," katanya menegaskan.
Rumadi menjelaskan bahwa hukum ibadah tarawih adalah sunah. Demikian pula, syiar dengan syiar-syiar yang lain, seperti buka puasa bersama, bukan hal yang wajib. Namun, berhati-hati agar tidak tertular atau menularkan penyakit COVID-19 merupakan suatu keharusan.