Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa memanggil mantan Sekretaris Daerah Kota Medan Syaiful Bahri dalam penyidikan kasus suap terkait proyek dan jabatan pada Pemerintah Kota Medan Tahun 2019.
Syaiful diagendakan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Kepala Dinas PUPR Kota Medan Isa Ansyari (IAN).
"Penyidik hari ini diagendakan memeriksa mantan Sekda atau Staf Ahli Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Bangunan Kota Medan Syaiful Bahri sebagai saksi untuk tersangka IAN terkait tindak pidana korupsi proyek dan jabatan pada Pemerintah Kota Medan Tahun 2019," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Baca juga: KPK periksa putra Menkumham Yasonna Laoly terkait kasus Wali Kota Medan
Baca juga: KPK dalami saksi Akbar Buchari soal proyek-proyek di Kota Medan
Selain Syaiful, KPK juga memanggil tiga saksi lainnya, yaitu Kepala Satpol PP Kota Medan M Sofyan, Kepala Bagian Umum pada Pemkot Medan MHD Andi Syahputra, dan Fairus Fendra alias Makte dari unsur swasta.
Untuk saksi Makte, KPK pada Rabu (30/10) juga telah menggeledah rumah yang bersangkutan di Kota Medan.
Sebelumnya, KPK pada Senin (18/11) juga telah memeriksa 14 saksi terdiri dari pejabat dan eks-pejabat Pemkot Medan untuk tersangka Isa. Pemeriksaan dilakukan di gedung perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sumatera Utara.
Baca juga: KPK klarifikasi 14 saksi terkait setoran kepada Dzulmi Eldin
Terhadap 14 saksi itu, KPK mengklarifikasi terkait setoran yang diduga diberikan kepada Wali Kota Medan nonaktif Tengku Dzulmi Edin (TDE), tersangka lainnya dalam kasus suap itu.
Diketahui, KPK pada Rabu (16/10) telah menetapkan Dzulmi sebagai tersangka dugaan penerimaan suap bersama dua orang lainnya, yakni Isa Ansyari dan Kepala Bagian Protokoler kota Medan Syamsul Fitri Siregar (SFI).
Dzulmi ditetapkan sebagai tersangka setelah diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Medan bersama dengan Syamsul Fitri Siregar, Isa Ansyari, ajudan Wali Kota Medan Aidiel Putra Pratama, dan Sultan Sholahuddin pada Selasa (15/10).
Dalam perkara ini, Dzulmi diduga menerima sejumlah uang dari Isa Ansyari. Pertama, Isa memberikan uang tunai sebesar Rp20 juta setiap bulan pada periode Maret-Juni 2019. Pada 18 September 2019, Isa juga memberikan uang senilai Rp50 juta kepada Dzulmi.
Pemberian kedua terkait dengan perjalanan dinas Dzulmi ke Jepang yang juga membawa keluarganya.