Jakarta (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mendukung pembentukan tim investigasi multinasional yang terdiri dari petugas lintas negara untuk memberantas illegal fishing atau penangkapan ikan ilegal yang meresahkan banyak negara.
"Dalam pemeriksaan MV Nika, Indonesia memprakarsai pembentukan MIST (Multinational Investigation Support Team) yang terdiri atas beberapa negara dan organisasi internasional terkait yaitu Indonesia, Panama, Interpol, CCAMLR, Australia, dan Amerika Serikat," kata Menteri Susi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
MV Nika merupakan kapal berbendera Panama buruan Interpol yang telah dihentikan dan diperiksa oleh Satgas 115 di Selat Malaka pada Jumat, 12 Juli 2019, pukul 08.19 WIB.
MV Nika yang diburu Interpol sejak Juni 2019 itu diketahui memiliki ABK yang terdiri atas 18 orang Rusia dan 10 orang Indonesia, dan sebelumnya pernah menggunakan beberapa nama lainnya.
Laporan awal dari Interpol yang sebelumnya telah diterima Satgas 115, MV Nika diduga melakukan pelanggaran seperti memalsukan certificate of registration di Panama yang menyatakan dirinya adalah kapal kargo umum tetapi ternyata diduga melakukan penangkapan dan pengangkutan ikan.
Kapal tersebut dilaporkan telah bersandar di Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Batam dengan pengawalan oleh Kapal Pengawas (KP) KKP Orca 3 dan Orca 2, serta sebelumnya selama perjalanan dikawal secara bergantian oleh KRI Pattimura, KRI Parang, dan KRI Siwar.
Menurut Susi, ini adalah pertama kali Indonesia mengumpulkan dan membentuk MIST untuk menangani dugaan tindak pidana yang dapat digolongkan sebagai kejahatan terorganisir yang bersifat lintas nasional.
"Belajar dari kasus ini, saya mewakili pemerintah Indonesia meminta negara bendera maupun flag of convenience untuk melakukan tindakan konkret dalam menghukum pelaku illegal fishing yang telah menggunakan bendera negara sebagai wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perikanan yang ilegal," katanya.
Ia juga mengusulkan bahwa sudah saatnya kerja sama penanganan kasus dalam bentuk MIST pada kasus seperti Nika yang dibentuk secara adhoc ini dijadikan model di berbagai negara di dunia untuk mengatasi kejahatan lintas negara dalam industri perikanan.
Menteri Kelautan dan Perikanan RI juga meminta kepada negara-negara di dunia yang memiliki kepentingan legal langsung terhadap kejahatan lintas negara terorganisir, bahwa saat ini sudah saatnya menerapkan pertanggungjawaban pidana korporasi.
"Apabila pertanggungjawaban pidana korporasi tidak diterapkan, selama itu pula kelompok-kelompok pelaku illegal fishing ini tidak akan pernah jera," kata Menteri Susi.
Selain itu, ujar dia, sudah saatnya peran Interpol diperkuat dengan memiliki dana yang lebih besar dalam rangka memperkuat jaringan dengan negara-negara yang gigih memberantas kejahatan perikanan lintas negara ini, terutama untuk kualitas pertukaran informasi, asistensi investigasi dan pengembangan kapasitas.
KKP terus mengupayakan agar kebijakan nasional pemerintah Indonesia dalam memberantas praktik IUU Fishing atau pencurian ikan dapat memperoleh dukungan internasional.
"Kunci untuk pemberantasan IUU Fishing adalah jika negara memiliki kebijakan nasional dan dukungan politik yang kuat untuk memerangi IUU Fishing. Kami mendorong negara untuk membuat kebijakan yang ketat, berinvestasi dalam meningkatkan kapasitas penegakan hukum, dan mengambil langkah-langkah penegakan hukum yang kuat untuk menutup pintu terjadinya IUU Fishing," kata Kepala Badan Riset dan SDM KKP, Sjarief Widjaja.
Menurut Sjarief, memberantas IUU Fishing melalui berbagai forum kerja sama regional dan internasional penting dilakukan karena pelakunya kerap bersifat lintas negara. Selain itu, ujar dia, aktivitas penangkapan ikan secara ilegal juga dilakukan oleh kapal-kapal asing dengan ABK dari berbagai kewarganegaraan.
Baca juga: Susi Pudjiastuti siap jadi menteri kembali
Baca juga: Susi kembali tegaskan tenggelamkan kapal asing ilegal
Baca juga: Susi akan tenggelamkan 51 kapal asing ilegal