Jakarta (Antaranews Sumut) - Musim balapan 2018 menjadi kali pertama bagi Red Bull Racing memenangi empat balapan, rekor terbaiknya sejak era mesin hybrid diperkenalkan pada 2014.
Namun demikian, hasil itu tidak terlalu meyakinkan bagi tim untuk meneruskan kerja sama mereka dengan Renault, sebagai pemasok mesin, dan mempertahankan Daniel Ricciardo bersama mereka.
Sang pebalap Australia itu ketika libur musim panas tahun lalu mengumumkan akan meninggalkan Red Bull pada akhir musim untuk membalap bersama Renault pada 2019.
Setelah dihantui isu reliabilitas, Red Bull akan menggunakan mesin Honda musim depan, dengan demikian mengakhiri 12 tahun kemitraan mereka dengan Renault.
Kemitraan yang pernah dominan itu akhir-akhir ini diwarnai dengan kekecewaan Red Bull karena di era mesin V6 turbo hybrid mesin Renault kekurangan tenaga dan tidak tahan banting dibanding mesin Mercedes dan Ferrari.
Bersama Renault, Red Bull telah memenangi 59 balapan dengan 160 podium, 60 pole position, 60 lap tercepat dan delapan juara dunia, empat di antaranya diraih Sebastian Vettel di 2010-2013.
"Ketika satu babak usai, babak yang lain terbuka dan kami sangat menantikan musim 2019," kata Horner.
Empat kemenangan dari 21 balapan belum mampu menempatkan Red Bull sebagai kompetitor utama tahun lalu.
Akan tetapi, fakta bahwa hanya ada tiga tim yang pernah menjuarai balapan di lima musim terakhir F1, yaitu Mercedes, Ferrari dan salah satunya adalah Red Bull, adalah cukup impresif untuk tim bermarkas di Inggris itu.
"Jelas kami memiliki sebuah mobil yang fantastis tahun ini. RB14 memiliki sasis terkuat di F1 tahun ini," kata sang kepala tim Red Bull Christian Horner kepada Formula1.com.
Jika memperhitungkan defisit tenaga yang mereka miliki tahun lalu, dan pencapaian yang mereka raih, yaitu empat kemenangan, itu sangat lah impresif.
Mobil RB14 mereka tampil kuat di awal musim, tapi momentum tersebut kurang baik terjaga hingga akhir musim.
Pebalap F1 Red Bull Daniel Ricciardo melompat ke kolam renang saat ia merayakan kemenangannya di F1 Monaco Grand Prix di Circuit de Monaco, Monte Carlo, Monako, Minggu (27/5/2018). (REUTERS/Benoit Tessier) "Reliabilitas menjadi kelemahan kami tahun ini. Kami terlalu banyak mengalami kegagalan mesin dan masalah lain yang membuat frustasi. Kami berhasil mengoptimalkan mobil musim ini, menggunakan ban sangat efektif dibandingkan dengan kompetitor kami. Kombinasi sejumlah faktor itu," kata Horner.
Ricciardo mengamankan dua kemenangan, di GP China dan Monaco, dari enam balapan pertama, namun lebih sering didera sejumlah isu reliabilitas mobil setelah itu.
Pebalap Australia itu menyelesaikan musim 2018 dengan delapan kali gagal finis karena masalah mekanis mobilnya.
"Musim yang berat bagi Daniel," kata Horner. "Daniel adalah pebalap yang fantastis. Bagi kami sebagai tim sedih rasanya tidak bisa bisa membawa kedua pebalap di tempat teratas. Kami mendoakan yang terbaik bagi masa depannya," kata Horner.
Pembalap tim Red Bull Racing Max Verstappen (formula1.com) Justru rekan satu timnya, Max Verstappen, yang mampu bangkit dari start buruk di awal musim untuk finis dengan dua trofi juara serta lima podium berturut-turut yang menempatkan dia di peringkat empat klasemen akhir pebalap.
Verstappen menuai pujian setelah memenangi GP Austria dan istirahat musim panas, pebalap asal Belanda itu menemukan ritme balapannya. Hanya Lewis Hamilton yang mampu melampaui perolehan poin Verstappen di periode itu.
"Paruh kedua musim Max sangat fenomenal," kata Horner. "Itu adalah bagian dari perkembangan dan evolusi dia." Tindakan dia di awal tahun, seperti ketika bersenggolan dengan Lewis Hamilton di Bahrain, menjadi pembelajaran bagi Verstappen. Verstappen mengalami insiden serupa dengan Kimi Raikkonen ketika di Austria, namun mampu menyelesaikan balapan di P1.
Kemudian di Brazil ketika Verstappen kehilangan peluang juara karena bersenggolan dengan Esteban Ocon (Force India), yang berusaha agar posisinya tidak di-unlap di penghujung balapan.
Terjadi konfontrasi antara Verstappen, yang diliputi amarah, dan Ocon paska balapan yang mana sang pebalap Belanda itu beberapa kali mendorong rivalnya di garasi FIA.
Horner memandang insiden itu memberi pelajaran positif bagi Verstappen. "Dia adalah pebalap yang tangguh yang kaya dengan talenta dan sedang terus berevolusi. Berbekal pengalaman, dia hanya akan semakin kuat dan kuat." "Dia belajar dari pengalaman sulit itu," kata Horner.
Menghadapi Hamilton dan Sebastian Vettel, dengan total sembilan gelar juara dunia, Verstappen memiliki peluang untuk menjadi penantang utama dengan catatan Red Bull menyediakan paket mobil yang mumpuni untuk melakukan itu.
Mereka akan bergantung kepada apa yang bisa ditunjukkan oleh Honda sebagai pemasok mesin.
"Ini adalah awal baru bagi kami dan pertama kali bagi kami untuk bekerja dalam kemitraan mesin sejati. Itu menyegarkan bagi semua dan kami sangat menantikan itu," kata Horner.
Honda pernah mempunyai waktu yang sulit bersama McLaren ketika kembali turun ke F1 pad 2015 namun menunjukkan progres dengan tim junior Red Bull, Toro Rosso tahun ini dengan membuat performa yang konsisten sepanjang musim lalu.
Progres Honda berada di lintasan yang tepat, kata Horner seraya menambahkan bahwa reliabilitas bukan lah masalah utama tapi gagalnya mereka finis sebanyak 11 atau 12 kali musim lalu, itu lah kelemahan utama Red Bull.
"Jika kami bisa memiliki tenaga dan reliabilitas, Lewis gagal finis sekali tahun ini, demikian pula sebastian. Itu lah angka yang kami harus capai," kata Horner.
Mudah memang berandai-andai. Horner mengungkapkan jika saja mesin Renault yang mereka pakai memiliki tambahan tenaga 40KW bisa saja hasil bisa berbeda bagi mereka tahun lalu.
"Saya angkat topi untuk semua yang bekerja di Milton Keynes yang telah memproduksi salah satu sasis terbaik kami," kata Horner.
Red Bull akan bertumpu kepada Honda untuk bisa menghasilkan mesin yang setara dengan Mercedes dan Ferrari.
Jika demikian skenarionya bukan tidak mungkin ketiga tim itu akan memiliki pertarungan yang ketat di trek tahun depan.