Sejalan dengan visi Pemerintah Daerah, yaitu Tapanuli Selatan yang maju berbasis sumber daya manusia pembangunan yang unggul, sehat cerdas, sejahtera serta sumber daya alam yang produktif dan lestari.
Baca juga: Pelestarian ekosistem Batangtoru selaras dengan pengelolaan SDA
Pemerintah daerah Kabupaten Tapanuli Selatan berinisiatif membentuk forum kelapa sawit berkelanjutan yang bertujuan sebagai wadah koordinasi dan komunikasi SKPD terkait, pihak swasta, akademisi, dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) untuk mewujudkan pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang arif bagi kelestarian ekosistem.
“Produksi kelapa sawit oleh petani di masyarakat sekitar 10-13 ribu ton per hektar dari potensi 24 ribu ton per hektar. Tantangan tata kelola budidaya kelapa sawit berupa penggunaan bibit, penggunaan pupuk, dan lokasi penanaman yang tidak tepat. Pada tahun ini, kami menjalin kolaborasi dengan Conservation International (CI) yang fokus untuk mencari solusi-solusi bersama mengatasi permasalahan khususnya bagi kebun-kebun masyarakat,” ungkap Ir.Saulian Sabbih (Assisten I Ekonomi dan Pembangunan Kab. Tapanuli Selatan).
“UNDP (United Nations Development Program) bermitra dengan CI akan menjalankan program GGP (Green Growth Partnership), dukungan produksi komoditas yang mengurangi kerusakan hutan, mendahulukan pendekatan terpadu rantai pasokan untuk mengatasi akar penyebab deforestasi dari komoditas kelapa sawit. Visi CI, alam yang lestari memberikan keuntungan bagi manusia yang tinggal di bentang alam tersebut. Pemilihan Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai lokasi program, salah satunya adalah karena adanya komitmen yang sangat tinggi dari pemerintah daerah,” jelas Ir. Ketut Sarjana Putra, MSc (Vice President Conservation International Indonesia).”
Pada sambutannya, H. Syahrul M. Pasaribu, SH (Bupati Tapanuli Selatan) mengungkapkan,”Bumi, air, dan seluruh kekayaan alam merupakan pinjaman dari anak cucu kita, artinya silahkan dimanfaatkan namun kenekaragaman hayati di dalamnya harus tetap terjaga. Tuntutan masyarakat yang semakin beragam, perlu diselaraskan dengan peningkatan pemahaman dan kepedulian berkebun kelapa sawit yang mengutamakan intensifikasi, bukan ekstensifikasi.
Rencana program GGP yang akan dijalankan bersama dengan CI dan UNDP ini menerapkan pendekatan secara holistik yang akan dibahas melalui forum multi-pihak, sehingga diharapkan dapat memberikan alternatif solusi terbaik.”Sebagai langkah awal, H. Syahrul M. Pasaribu menandatangani SK 188.45/92/KPTS/ Tahun 2018 tentang pembentukan forum multi-pihak kelapa sawit berkelanjutan.
Di Provinsi Sumatera utara, Kabupaten Tapanuli Selatan adalah kabupaten pertama yang membentuk forum ini. ”Beberapa target yang akan dicapai bersama dengan forum ini, antara lain: penguatan kebijakan yang sudah ada, pelatihan bagi 700 orang petani, penerapan praktik perkebunan terbaik di kebun percontohon, serta mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi. Saya yakin, meskipun program ini merupakan program percontohan di Indonesia, namun melalui kemitraaan yang kuat akan menjadi pembelajaran bagi wilayah lain nantinya,” imbuh Iman Santoso PhD (Senior Terrestrial Policy Advisor Conservation International).
Pemerintah daerah Kabupaten Tapanuli Selatan berinisiatif membentuk forum kelapa sawit berkelanjutan yang bertujuan sebagai wadah koordinasi dan komunikasi SKPD terkait, pihak swasta, akademisi, dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) untuk mewujudkan pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang arif bagi kelestarian ekosistem.
“Produksi kelapa sawit oleh petani di masyarakat sekitar 10-13 ribu ton per hektar dari potensi 24 ribu ton per hektar. Tantangan tata kelola budidaya kelapa sawit berupa penggunaan bibit, penggunaan pupuk, dan lokasi penanaman yang tidak tepat. Pada tahun ini, kami menjalin kolaborasi dengan Conservation International (CI) yang fokus untuk mencari solusi-solusi bersama mengatasi permasalahan khususnya bagi kebun-kebun masyarakat,” ungkap Ir.Saulian Sabbih (Assisten I Ekonomi dan Pembangunan Kab. Tapanuli Selatan).
“UNDP (United Nations Development Program) bermitra dengan CI akan menjalankan program GGP (Green Growth Partnership), dukungan produksi komoditas yang mengurangi kerusakan hutan, mendahulukan pendekatan terpadu rantai pasokan untuk mengatasi akar penyebab deforestasi dari komoditas kelapa sawit. Visi CI, alam yang lestari memberikan keuntungan bagi manusia yang tinggal di bentang alam tersebut. Pemilihan Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai lokasi program, salah satunya adalah karena adanya komitmen yang sangat tinggi dari pemerintah daerah,” jelas Ir. Ketut Sarjana Putra, MSc (Vice President Conservation International Indonesia).”
Pada sambutannya, H. Syahrul M. Pasaribu, SH (Bupati Tapanuli Selatan) mengungkapkan,”Bumi, air, dan seluruh kekayaan alam merupakan pinjaman dari anak cucu kita, artinya silahkan dimanfaatkan namun kenekaragaman hayati di dalamnya harus tetap terjaga. Tuntutan masyarakat yang semakin beragam, perlu diselaraskan dengan peningkatan pemahaman dan kepedulian berkebun kelapa sawit yang mengutamakan intensifikasi, bukan ekstensifikasi.
Rencana program GGP yang akan dijalankan bersama dengan CI dan UNDP ini menerapkan pendekatan secara holistik yang akan dibahas melalui forum multi-pihak, sehingga diharapkan dapat memberikan alternatif solusi terbaik.”Sebagai langkah awal, H. Syahrul M. Pasaribu menandatangani SK 188.45/92/KPTS/ Tahun 2018 tentang pembentukan forum multi-pihak kelapa sawit berkelanjutan.
Di Provinsi Sumatera utara, Kabupaten Tapanuli Selatan adalah kabupaten pertama yang membentuk forum ini. ”Beberapa target yang akan dicapai bersama dengan forum ini, antara lain: penguatan kebijakan yang sudah ada, pelatihan bagi 700 orang petani, penerapan praktik perkebunan terbaik di kebun percontohon, serta mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi. Saya yakin, meskipun program ini merupakan program percontohan di Indonesia, namun melalui kemitraaan yang kuat akan menjadi pembelajaran bagi wilayah lain nantinya,” imbuh Iman Santoso PhD (Senior Terrestrial Policy Advisor Conservation International).
Baca juga: Aplikasi SKATA diperkenalkan
Tentang Good Growth Partnership (GGP) – Implementasi program UNDP bermitra dengan Conservation International-Indonesia (CI) berupa dukungan produksi komoditas yang mengurangi kerusakan hutan, mendahulukan pendekatan rantai pasokan terpadu untuk mengatasi akar penyebab deforestasi dari komoditas kelapa sawit.
Hasil yang diharapkan adalah: (a) Mengurangi dampak global produksi minyak kelapa sawit terhadap emisi gas rumah kaca dan keanekaragaman hayati melalui praktik pertanian berkelanjutan dan perlindungan ekosistem kunci (b) Pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan peningkatan ketahanan.
Tentang Conservation International (CI) - Berlandaskan pada ilmu pengetahuan, kemitraan dan pengalaman, CI memberdayakan masyarakat untuk menjaga alam, keanekaragaman hayati dan meningkatkan kesejahteraan manusia. CI didirikan pada 1987, dan bekerja di Indonesia sejak tahun 1991 untuk mendukung masyarakat madani yang sejahtera melalui upaya perlindungan alam, dukungan sistem produksiyang berkelanjutan, dan dukungan tata kelola yang efektif. CI bermarkas besar di Washington DC, mempekerjakan 900 orang yang bekerja di 30 negara pada empat benua, serta bekerja dengan lebih dari 1.000 mitra di seluruh dunia.
Tentang Good Growth Partnership (GGP) – Implementasi program UNDP bermitra dengan Conservation International-Indonesia (CI) berupa dukungan produksi komoditas yang mengurangi kerusakan hutan, mendahulukan pendekatan rantai pasokan terpadu untuk mengatasi akar penyebab deforestasi dari komoditas kelapa sawit.
Hasil yang diharapkan adalah: (a) Mengurangi dampak global produksi minyak kelapa sawit terhadap emisi gas rumah kaca dan keanekaragaman hayati melalui praktik pertanian berkelanjutan dan perlindungan ekosistem kunci (b) Pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan peningkatan ketahanan.
Tentang Conservation International (CI) - Berlandaskan pada ilmu pengetahuan, kemitraan dan pengalaman, CI memberdayakan masyarakat untuk menjaga alam, keanekaragaman hayati dan meningkatkan kesejahteraan manusia. CI didirikan pada 1987, dan bekerja di Indonesia sejak tahun 1991 untuk mendukung masyarakat madani yang sejahtera melalui upaya perlindungan alam, dukungan sistem produksiyang berkelanjutan, dan dukungan tata kelola yang efektif. CI bermarkas besar di Washington DC, mempekerjakan 900 orang yang bekerja di 30 negara pada empat benua, serta bekerja dengan lebih dari 1.000 mitra di seluruh dunia.