Jakarta, 19/8 (Antara) - Sebanyak 61 penghuni Apartemen Maple Park, Jakarta Utara, menggugat PT Citra Pratama Propertindo, anak perusahaan Pikko Group, selaku developer karena diduga wanprestasi dalam perjanjian pengikatan jual beli yang merugikan pemilik.
Persidangan perkara yang bernomor 88/Pdt.G/2016/PN.JKT.UTR itu berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.
"Pada waktu sidang pembuktian, saksi fakta secara de facto menerangkan pengembang telah ingkar janji artinya tidak melakukan musyawarah atas yang belum disepakati bahkan telah mengancam tidak bisa buat Akta Jual Beli (AJB), bila warga dalam hal ini Pemilik tidak mengikuti aturan yang dibuat sepihak oleh pelaku pembangunan PT Citra Pratama Propertindo," kata kuasa hukum dari Kantor Hukum Harjadi Jahja & Partners, Harijadi Jahja kepada Antara di Jakarta, Kamis (18/8) malam.
Dengan kesaksian dari para saksi fakta di persidangan, kata mereka, menunjukkan bahwa pihak pelaku pembangunan/developer sudah melanggar isi Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).
Yaitu, sesuatu yang tidak diatur dalam Pasal 17 tentang ketentuan penandatanganan AJB, maka sesuai Pasal 23 butir 7 di dalam PPJB harus dimusyawarahkan terlebih dahulu. Kemudian setelah sepakat hasilnya, baru akan dimuat dalam perjanjian tambahan, demikian maksud bunyi pasal tersebut di atas.
"Namun faktanya developer tidak pernah terlebih dahulu melakukan musyawarah atas apa yang belum disepakati, tahu-tahu developer langsung membuat Surat undangan AJB yang isinya secara sepihak buat aturan sendiri," katanya.
Sementara itu, perwakilan dari 61 pemilik apartemen yang menjadi penggugat, Novinda, Petrus dan Chaerani menyebutkan dugaan kuat adanya wanprestasi karena alasan-alasan yang diberikan oleh pelaku pembangunan kepada pembeli tidak diatur dalam PPJB.
"Aturan sendiri yang dibuat pelaku pembangunan seperti meminta biaya-biaya kepada para pemilik untuk AJB (Akta Jual Beli) meliputi Biaya BPHTB, PNBP, pengurusan SHMSRS, biaya notaris/PPAT dan biaya selisih kenaikan NJOP, seperti yang dikenakan kesalah satu pemilik sebesar Rp118.109.776," katanya.
Padahal menurut kuasa hukum lainnya Aris Sardister Gultom, jika mengacu kepada peraturan BPN biaya pendaftaran Sertifikat Hak Milik Atas Rumah Susun itu sebesar Rp100 ribu per sertifikat. "Tapi faktanya dalam undangan AJB dimuat biayanya rata-rata Rp3 juta per sertifikat," katanya.
Itu artinya, kata dia, jika jumlah unit apartemen Maple Park sebanyak 1.256 unit dikali biaya tersebut, maka biaya penerbitan sertifikat hampir mencapai Rp4 miliar, angka ini tentu sangat luar biasa katanya.
Pemilik diminta mentransfer sejumlah uang yang ditentukan tersebut ke rekening pelaku pembangunan tanpa penjelasan dimana asal perhitungan biaya-biaya tersebut.
Bahkan di dalam undangan AJB tertulis bila tidak segera memenuhi undangan sesuai waktu yang ditentukan,¿Maka akan dikenakan biaya penitipan sertifikat sebesar Rp3 juta perbulan.
Aneh bin ajaib, melihat sertifikatnya saja belum pernah bagaimana bisa ada biaya penitipan, dan diduga ada unsur mengancam,¿ katanya.
Ia menyebutkan pelaku pembangunan pada 2013 telah melakukan akta pemisahan akan tetapi hak warga untuk mendapatkan sertifikat tidak langsung diproses.
Pelanggaran berikutnya, mengenai izin layak huni dikeluarkan pada 21 Desember 2010, akan tetapi serah terima unit dilakukan lebih awal sebelum izin layak huni dikeluarkan.
"Tercatat dari bukti salah satu penggugat bahwa serah terima unit dilakukan pada 10 Juni 2009," katanya.
Di bagian lain, ia menyebutkan majelis hakim yang menangani perkaranya tersebut dipimpin oleh Uli Tarigan SH selalu Ketua, dengan Dewa Putu Yusmai, SH., MH selaku Hakim Anggota, Tugiyanto,SH selaku Hakim Anggota dan Panitera Pengganti Indra Lesmana SH, MH.
