Mataram (ANTARA) - Kantor Bea Cukai Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, menyebutkan salah satu dampak negatif dari peredaran rokok ilegal adalah memicu peningkatan jumlah perokok pemula dan di bawah umur di daerah itu."
Kondisi itu terjadi, karena harga rokok ilegal yang dijual murah," kata Kepala Seksi Kepabeanan Cukai dan Dukungan Teknis Kantor Bea Cukai Mataram Guntur Setiono di Mataram, Kamis.
Pernyataan itu disampaikan saat memberikan materi dalam kegiatan sosialisasi pemberantasan peredaran rokok ilegal bagi kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kota Mataram.
Ia mengatakan, dengan harga rokok yang hanya Rp5.000 per bungkus, memudahkan jangkauan kalangan anak-anak untuk membeli dan mencoba merokok.
Selain itu, peredaran rokok ilegal juga bisa merugikan penerimaan negara. Hal itu dapat dilihat dari hasil pemusnahan rokok ilegal yang dilakukan di wilayah kerja Bea Cukai Mataram, NTB, pada tahun 2023 tercatat sebanyak 4.788.877 batang.
Dengan perkiraan nilai barang sebesar Rp6 miliar lebih, dan potensi kerugian negara mencapai sekitar Rp3,2 miliar lebih.
Pada tahun 2024, jumlah rokok ilegal yang dimusnahkan terjadi peningkatan menjadi sebanyak 6.177.730 batang, dengan perkiraan nilai barang Rp8,2 miliar lebih dan potensi kerugian negara Rp4,4 miliar lebih.
"Diharapkan, dengan berbagai upaya gempur rokok ilegal yang terus digencarkan tahun ini, temuan atau sitaan rokok ilegal bisa turun," katanya.
Di sisi lain, Guntur menambahkan peredaran rokok ilegal juga dapat berdampak pada persaingan usaha di bidang hasil tembakau (HT) menjadi tidak sehat.
Karena itu, pihaknya mengajak semua kalangan masyarakat untuk bersama-sama melakukan gempur rokok ilegal.
Adapun identifikasi sederhana terhadap rokok ilegal dapat diperhatikan kesamaan informasi pada kemasan dan pita cukai antara lain, jumlah isi, jenis barang kena cukai (BKC), desain sesuai tahun cetakan.
"Rokok ilegal memiliki ciri, rokok polos atau tanpa pita cukai, rokok pita cukai palsu, pita cukai bekas, dan rokok dengan pita cukai berbeda," katanya.*