Medan (ANTARA) - Pengamat ekonomi dari Universitas Islam Sumatera Utara Gunawan Benjamin mengatakan pemberantasan aksi premanisme di wilayah itu dapat menjaga iklim investasi yang kondusif.
"Iklim investasi itu harus diciptakan dengan lebih menunjukkan keberpihakan pada pertumbuhan ekonomi atau pro growth," ujar Gunawan di Medan, Jumat.
Oleh karena itu, menurut dia, harus bisa menciptakan sebuah iklim investasi yang bisa sepenuhnya terbebas dari aksi premanisme di wilayah itu.
"Sebab, salah satu masalah fundamental ekonomi yang membuat daya saing rendah adalah aksi premanisme," tutur dia.
Gunawan menjelaskan dimana aksi premanisme melahirkan pungutan liar yang membuat iklim investasi terganggu, "high cost economy" yang pada akhirnya akan bermuara pada rendahnya penciptaan lapangan pekerjaan di wilayah yang banyak aksi premanisme.
"Upaya pemberantasan ini harus dilakukan secara berkesinambungan, dan bila perlu ditambahkan aturan baku terkait premanisme itu sendiri," ucapnya.
Karena jika dibiarkan pungutan liar yang dilakukan oleh para preman akan dianggap sebagai sebuah rutinitas lumrah, tanpa menyadari dampak negatif ekonomi maupun sosial.
Lebih dari itu, aksi premanisme justru bisa memunculkan "variable cost" yang sifatnya sulit diukur. Belum lagi dampak rentetan lainnya seperti dampak negatif psikologis yang diakibatkan oleh aksi premanisme itu sendiri.
"Masyarakat sekitar perlu mendapatkan edukasi untuk menjaga iklim investasi yang kondusif, yang terbebas dari aksi premanisme," ucap dia.
Gunawan mengatakan, aksi premanisme pada akhirnya merugikan masyarakat sekitar karena terhambat arus investasi potensial yang bisa masuk dalam wilayah tersebut.
"Aksi premanisme akan membuat sumber daya alam maupun sumber daya manusia menjadi tidak maksimal diberdayakan," tutur dia.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara menindak sebanyak 1.130 orang yang diduga melakukan aksi premanisme melalui pelaksanaan Operasi Pekat Toba 2025.
Sejak 1 hingga 14 Mei 2025, Satuan Tugas Polda Sumut dan polres jajaran melakukan penindakan sebanyak 954 kasus dengan jumlah pelaku 1.130 orang.