Medan (ANTARA) - Mantan pemain Timnas U-20 Irfan Raditya (36), yang didakwa korupsi atas pembangunan gapura Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN Sumut), menangis ketika membacakan pledoi atau nota pembelaan dengan meminta hukuman diringankan.
"Saya meminta belas kasih kepada majelis hakim yang mulia untuk meringankan hukuman saya," kata Irfan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Rabu.
Terdakwa Irfan yang merupakan mantan pemain Timnas AFF Cup U-20 di Kota Palembang, Sumatera Selatan pada 5-19 Agustus 2005 tersebut mengaku sangat menyesal.
Irfan Raditya juga memohon maaf kepada seluruh pihak terkait akibat perbuatannya menyebabkan keuangan negara mengalami kerugian sebesar Rp365 juta.
"Saya meminta maaf dan sangat menyesal atas semua kejadian ini. Dikarenakan tanda tangan saya diperintah oleh atasan saya telah menyebabkan kerugian keuangan negara di dalam pembangunan ini," tutur dia.
Mantan pemain PSDS Deli Serdang, Sumatera Utara itu juga mengaku, bahwa tidak pernah mendapat keuntungan apa pun atas proyek tersebut.
"Saya tidak pernah menerima keuntungannya sedikit pun dari proyek itu. Demi Allah, saya bersumpah, semua tanda tangan yang saya lakukan atas dasar perintah atasan tanpa saya tahu konsekuensinya," jelas Irfan.
Pihaknya juga mengatakan, bahwa dirinya sangat mencintai negara ini dan dibuktikan dengan cara dirinya menjadi pemain sepak bola profesional.
"Saya memohon maaf majelis hakim. Saya terlalu mencintai negara ini. Sejak usia 18 tahun, saya telah berjuang untuk negara ini. Saya teteskan air mata, keringat, dan darah saya untuk negeri ini," ucapnya.
Selain itu, terdakwa Irfan juga mengorbankan jiwa serta raganya demi mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional.
Dia juga bercerita, dirinya pernah mengalami cedera patah tulang ketika bermain sepak bola membela Indonesia.
Sementara akibat dipenjara, terdakwa Irfan juga mengaku sudah lama tidak bertemu dengan istri dan tiga orang anaknya yang berada di Jakarta.
"Saya tinggalkan istri, dan tiga orang anak masih kecil jauh di Jakarta. Tanpa nafkah, tanpa ada yang menjaga, dan sampai detik ini saya belum pernah bertemu dengan mereka karena jarak dan biaya," tutur Irfan sambil terisak-isak.
Menurutnya, sedangkan orang-orang yang menerima keuntungan atas proyek pembangunan ini bisa tidur nyenyak, tersenyum setiap hari, dan bercengkrama dengan anak serta istrinya.
"Apakah ini adil untuk saya?. Saya hanya meminta keadilan, saya hanya meminta pertolongan, dan saya hanya meminta belas kasih majelis hakim,” jelasnya.
Dia juga menambahkan, dirinya hanyalah orang yang ditumbalkan oleh segelintir orang untuk menjalani proses hukum.
"Saya hanya korban, saya hanya tumbal oleh orang yang sekarang mungkin duduk dengan segelas kopi. Tanggungjawabnya membayar kerugian negara telah dibayarkan, sedangkan menerima hukuman badan adalah saya," sebut terdakwa Irfan.
Setelah mendengarkan pledoi terdakwa Irfan, Hakim Ketua Sarma Siregar menunda persidangan dan dilanjutkan pada pekan depan.
"Sidang ditunda dan dilanjutkan pada Rabu (19/3), dengan agenda replik dari penuntut umum atas pledoi terdakwa," kata Hakim Sarma.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Deli Serdang di Pancur Batu, Sumatera Utara, sebelumnya menuntut terdakwa Irfan Raditya dengan pidana penjara 1,5 tahun.
“Terdakwa dituntut satu tahun enam bulan penjara dan denda Rp100 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti atau subsider empat bulan kurungan," ujar Kepala Cabjari Deli Serdang di Pancur Batu Yus Iman Mawardin Harefa.
Pihaknya menilai, bahwa perbuatan terdakwa Irfan terbukti melakukan korupsi pembangunan gapura UIN Sumut tahun anggaran 2020 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp365 juta.
“Terdakwa diyakini melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” jelas dia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mantan pemain timnas menangis bacakan pledoi minta hukuman diringankan