Medan (ANTARA) - Mantan pemain timnas U-20 Irfan Raditya (36), yang didakwa atas kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan gapura Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara (Sumut), menangis ketika membacakan nota pembelaan atau pledoi.
“Saya meminta belas kasih kepada majelis hakim yang mulia untuk meringankan hukuman saya," kata Irfan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Rabu (12/3).
Terdakwa Irfan merupakan eks pemain timnas AFF Cup U-20 di Palembang 5-19 Agustus 2005 itu mengaku sangat menyesal dan meminta maaf kepada seluruh pihak, akibat perbuatannya keuangan negara mengalami kerugian sebesar Rp365 juta.
"Saya meminta maaf dan sangat menyesal atas semua kejadian ini. Dikarenakan tanda tangan saya yang diperintah oleh atasan saya telah menyebabkan kerugian keuangan negara di dalam pembangunan ini," tutur dia.
Mantan pemain PSDS Deli Serdang itu juga mengaku tidak mendapatkan keuntungan apa pun dari proyek tersebut. Ia mengaku hanya menjalankan tugas yang diperintahkan oleh atasannya.
"Tapi satu hal yang pasti, saya tidak pernah menerima keuntungannya sedikit pun dari proyek tersebut. Demi Allah saya bersumpah, semua tanda tangan yang saya lakukan atas dasar perintah atasan tanpa saya tahu konsekuensinya," ujar Irfan.
Lebih lanjut, Irfan mengatakan bahwa dirinya sangat mencintai negara ini. Hal itu dibuktikan dengan cara dirinya menjadi pemain sepak bola profesional.
"Apabila saya dibilang merugikan negara, saya memohon maaf majelis hakim. Saya terlalu mencintai negara ini. Sejak 18 tahun saya telah berjuang untuk negara ini, saya teteskan air mata, keringat, dan darah saya untuk negeri ini," ucapnya.
Selain itu, terdakwa Irfan rela mengorbankan jiwa serta raganya demi mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional.
Dia juga bercerita bahwa dirinya pernah alami patah tulang saat bermain sepak bola untuk Indonesia.
"Saya korbankan tulang saya patah untuk negeri ini. Semua itu hanya untuk memperjuangkan harkat dan martabat negara Indonesia di mata dunia serta membawa harum bangsa Indonesia di mata internasional. Sekarang saya duduk di kursi pesakitan ini," kata Irfan.
Karena dipenjara, terdakwa Irfan mengaku sudah lama tidak bertemu dengan istri dan tiga orang anaknya yang berada di Jakarta.
"Saya tinggalkan istri dan tiga orang anak yang masih kecil jauh di Kota Jakarta tanpa nafkah, tanpa ada yang menjaga, dan sampai detik ini saya pun belum pernah bertemu dengan mereka dikarenakan jarak dan biaya," ucapnya terisak-isak.
Sedangkan, lanjut dia, orang-orang yang menerima keuntungan dari proyek ini bisa tidur nyenyak di atas kasur yang empuk, tersenyum setiap hari, dan bercengkrama dengan anak serta istrinya setelah selesai tanggung jawabnya membayar kerugian keuangan negara.
"Apakah ini adil untuk saya? Saya hanya meminta keadilan, saya hanya meminta pertolongan, dan saya hanya meminta belas kasih kepada majelis hakim,” jelasnya.
Dia menambahkan, bahwa dirinya hanyalah orang yang ditumbalkan oleh segelintir orang untuk diproses hukum.
"Saya hanya korban, saya hanya tumbal oleh orang yang sekarang mungkin duduk dengan segelas kopi, karena tanggung jawabnya membayar kerugian negara telah dibayarkan sedangkan yang menerima hukuman badan adalah saya," sebut dia.
Setelah mendengarkan pledoi dari terdakwa Irfan, Hakim Ketua Sarma Siregar menunda persidangan dan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda replik dari penuntut umum.
“Sidang ditunda dan dilanjutkan pada Rabu (19/3), dengan agenda replik dari penuntut umum atas pledoi terdakwa,” kata Hakim Sarma.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Deli Serdang di Pancur Batu, Sumatera Utara, menuntut 1,5 tahun penjara terhadap terdakwa Irfan Raditya.
“Terdakwa dituntut satu tahun enam bulan penjara dan denda Rp100 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti atau subsider empat bulan kurungan," ujar Kepala Cabjari Deli Serdang di Pancur Batu Yus Iman Mawardin Harefa.
Pihaknya menilai, perbuatan terdakwa terbukti melakukan korupsi pembangunan gapura UIN Sumut tahun anggaran 2020, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp365 juta.
“Terdakwa diyakini melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” jelas dia.