Medan (ANTARA) - Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara menunda pembacaan tuntutan terhadap dr Aris Yudhariansyah (53) selaku mantan Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Sumut, atas kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19.
Hakim Ketua Sarma Siregar menunda persidangan dikarenakan permintaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut), yang belum siap membacakan surat tuntutan.
“Dikarenakan penuntut umum belum siap dengan surat tuntutan, sidang ditunda pada Kamis (6/2) mendatang,” ujar Sarma Siregar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Kamis (30/1).
Sebelum mengetuk palu sebagai tanda penundaan, majelis hakim kembali mengingatkan JPU Agustini untuk siap membacakan tuntutan pada persidangan berikutnya yang telah dijadwalkan.
"Kamis depan tuntutan harus dibacakan," ujar Sarma seraya menutup persidangan.
Sidang pembacaan surat tuntutan pada awalnya diagendakan pada Kamis ini, namun saat sidang dibuka oleh Hakim Ketua Sarma Siregar, JPU Kejati Sumut mengatakan belum siap membacakan surat tuntutan.
“Izin, majelis hakim. Untuk hari ini tuntutan belum selesai. Mohon waktu satu minggu," ucap JPU Agustini.
JPU memastikan kepada majelis hakim bahwa surat tuntutan terhadap terdakwa Aris selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Ferdinand Hamzah Siregar selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), siap dibacakan pada persidangan berikutnya.
Sebelumnya tim JPU Kejati Sumut dalam surat dakwaan menyebutkan, terdakwa Aris selaku PPTK bersama-sama dengan Ferdinan Hamzah Siregar (berkas terpisah) selaku PPK melakukan korupsi pengadaan APD Covid-19.
“Perbuatan kedua terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai Rp24 miliar,” kata JPU Erick Sarumaha.
JPU menyatakan kerugian keuangan negara yang timbul tersebut berdasarkan laporan hasil perhitungan yang dilakukan oleh Auditor Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tadulako di Kota Palu No. 03.LH/ST.13056_FEB_PKKN/III/2024.
Pihaknya menjelaskan, anggaran dalam pengadaan APD tersebut berasal dari dana Belanja Tidak Terduga (BTT) Sumut tahun 2020 dengan nilai kontrak sebesar Rp39,97 miliar lebih.
Namun, kata dia, dalam penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang ditandatangani oleh Kadis Kesehatan Sumut Alwi Mujahit Hasibuan, diduga tak sesuai dengan ketentuan.
“Sehingga, mengakibatkan terjadinya pemahalan harga (mark up) yang cukup signifikan,” sebut dia.
Kemudian, dalam pelaksanaan pengadaan APD-nya diberikan kepada Robby Messa Nura dengan tawaran harga yang tidak jauh berbeda dari RAB tersebut.
Dia menambahkan, selain itu ada indikasi fiktif, tidak sesuai spesifikasi, tidak memiliki izin edar atau rekomendasi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan tidak dilaksanakannya ketentuan Peraturan Kepala (Perka) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 3 Tahun 2020 poin 5.
“Adapun barang-barang yang diadakan dalam pengadaan tersebut berupa baju APD, helm, sepatu boot, masker bedah, hand screen, dan masker N95,” jelasnya.
JPU Erick Sarumaha menjelaskan lokasi dan waktu terjadinya perbuatan hukum dugaan korupsi itu terjadi di Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumut sekitar Maret hingga Juli tahun 2020.
“Perbuatan para terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Subs Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," kata Erick Sarumaha.
Diketahui kasus terdakwa Aris dan Ferdinan merupakan hasil pengembangan dari dua terdakwa sebelumnya yang sudah divonis Pengadilan Tipikor Medan, yakni mantan Kadis Kesehatan Sumut Alwi Mujahit Hasibuan, dan Robby Messa Nura selaku rekanan.