Jakarta (ANTARA) - Gotong royong merupakan budaya yang menjadi kemewahan karakter masyarakat Indonesia. Nilai kebersamaan yang dianut negeri ini membuat kepedulian terhadap sesama menjadi keseharian penting, termasuk dalam upaya mendukung satu sama lain untuk lebih maju dan berdaya.
Praktik budaya itu yang menjadi bekal utama kegiatan Relawan Bakti BUMN. Sebagai entitas milik negara, gotong royong meningkatkan kesejahteraan masyarakat menjadi suatu keniscayaan. Pemberdayaan di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan menjadi fokus utama kegiatan kemanusiaan ini.
Akhir Mei lalu, desa binaan PT Pegadaian Subarang Tigo Jorong, Koto Gadang, Bukittinggi, Sumatera Barat, terpilih menjadi salah satu daerah pelaksanaan praktik Relawan Bakti BUMN. Desa yang juga dikenal sebagai Desa Sutijo ini memiliki karakter masyarakat yang erat dengan tradisi budaya Minangkabau, salah satunya keahlian seni dan kerajinan tangan. Potensi ini memberikan ruang bagi insan BUMN memainkan peran mereka dalam memberdayakan masyarakat lokal.
Sebanyak 10 orang pegawai dari berbagai instansi BUMN bersiap untuk membantu masyarakat Desa Sutijo. Sebelum keberangkatan, banjir bandang menerjang Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar. Akibatnya, jalan Padang dengan Bukittinggi putus total.
“Program yang sudah kami persiapkan dengan matang harus berubah total. Kondisi bencana membuat kami harus segera menyusun program baru,” kata AVP Komunikasi dan Literasi Divisi TJSL Pegadaian Mery Andriati Surya.
Meskipun demikian, komitmen memberdayakan masyarakat Desa Sutijo tidak pudar. Pegadaian, yang terbilang menjadi tuan rumah pelaksanaan Relawan Bakti BUMN, kali itu, mencari akal agar warga Sutijo tetap bisa mendapatkan pendampingan yang menjadi hak mereka. Akhirnya, keputusan yang diambil adalah memindahkan lokasi pemberdayaan dari Bukittinggi ke Kota Padang.
Meskipun kegiatan Relawan Bakti BUMN tidak dilaksanakan di Desa Sutijo, pembinaan terhadap masyarakat desa itu tetap terus dilaksanakan.
Penyulam suji
Salah satu potensi utama di Desa Sutijo adalah sulaman suji. Desa Sutijo turut dikenal dengan keterampilan menyulam, yang merupakan bagian dari seni tekstil tradisional Minangkabau. Sulaman ini biasanya diterapkan pada kain tradisional dan pakaian adat, dan suji menjadi salah satu jenis sulaman yang terkenal.
Sulaman suji dilakukan dengan menyulam benang di atas kain menggunakan teknik jahit tangan yang halus. Sulaman ini sering kali berada di bagian tepi kain atau pakaian sebagai hiasan pinggir yang memperindah dan mempertegas tampilan pakaian, yang umumnya dijumpai pada pakaian adat Minangkabau, seperti baju kurung, selendang, dan songket.
Sulaman ini tidak hanya memperindah pakaian, tetapi juga memiliki makna simbolis. Pola yang teratur dan harmonis dalam sulaman ini mencerminkan keseimbangan dalam hidup dan pentingnya keteraturan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Selain itu, benang yang tersulam dengan rapi melambangkan kesabaran, ketekunan, dan kerja keras, yang mencerminkan karakter masyarakat Minangkabau itu sendiri.
Sejalan dengan makna filosofis itu, program Pegadaian Peduli kali ini berupaya hadir memberikan keseimbangan, utamanya dalam praktik ekonomi sulaman suji. Keindahan motif dan makna sulaman suji perlu diperkenalkan ke pasar yang lebih luas. Untuk itu, Pegadaian mengajarkan penyulam suji mengenai cara-cara memasarkan produk agar lebih berdaya saing.
Dengan perkembangan terkini, tentu pemasaran secara daring menjadi prioritas utama. Sekitar 22 orang penyulam suji diberikan ilmu dan pengalaman baru mengenai pemasaran digital, bantuan internet, bantuan bahan menyulam, dan juga keterlibatan sulam suji dalam beragam pameran.
Dengan pemberdayaan itu, nilai keharmonisan dan ketekunan masyarakat Minangkabau yang tertuang dalam produk sulaman suji tidak hanya dikenal secara nasional, namun juga internasional.
Gotong royong
Penyulam suji bukan satu-satunya yang menjadi perhatian dari perusahaan di bawah badan usaha milik negara (BUMN) itu. Keteguhan ibu rumah tangga, ketulusan menempuh pendidikan, hingga keharmonisan dengan lingkungan juga menjadi sasaran pemberdayaan para relawan.
Perempuan di desa binaan Pegadaian ini juga memproduksi masakan lokal Itiak Lado Hijau. Sama halnya dengan sulaman suji, perusahaan pelat merah itu menyalurkan modal pengetahuan mereka soal bisnis kepada ibu rumah tangga di desa ini, termasuk mengenai bagaimana membuat makanan yang memiliki daya tahan lebih panjang. Secara khusus, perusahaan itu juga mendatangkan pelatih serta memberikan bantuan sarana prasarana untuk menunjang pengembangan ibu rumah tangga penjual Itik Lada Hijau.
Selain itu, Pegadaian juga memberikan bantuan bagi peternak madu Galo-Galo. Bantuan yang diberikan berupa pemberian koloni dan 1.000 bunga matahari yang berguna untuk lebah.
Dari sisi lingkungan, pemberian edukasi pengelolaan sampah dilakukan bersama bank sampah binaan kepada warga masyarakat mengenai biopori dan pengelolaan sampah guna menjaga kelestarian lingkungan. Praktik pengelolaan sampah didorong melalui program “Memilah Sampah, Menabung Emas” oleh Pegadaian. Dengan melibatkan bank sampah dan komunitas peduli lingkungan, masyarakat diajarkan cara memisahkan, mendaur ulang, dan mengolah sampah dengan benar.
Perusahaan itu ingin memberikan pembinaan berkelanjutan bagi penerima manfaat agar tercipta manfaat yang berkelanjutan. Para relawan terus mendampingi desa agar bisa bergerak maju.
Kegiatan di Desa Sutijo menjadi salah satu pengamalan nilai kolektif masyarakat Indonesia. Masyarakat yang maju dan berdaya dapat diwujudkan melalui keharmonisan upaya gotong royong. Negara hadir, lewat insan BUMN untuk membantu rakyatnya berdaya dan berkembang secara ekonomi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Bahu-membahu memberdayakan masyarakat Desa Sutijo